Mengenang dan Memelihara Sejarah dan Budaya Melalui Rangkaian Event Nguri-nguri Budaya Ngawonggo


Mengenang dan Memelihara Sejarah dan Budaya Melalui Rangkaian Event Nguri-nguri Budaya Ngawonggo

Suasana syukuran 7 tahun dikelolanya 
 Situs Patirtaan Ngawonggo-
MALANG I KEJORANEWS.COM : Kearifan lokal dari berbagai daerah di Indonesia memiliki keberagaman dan kaya akan ciri khasnya, salah satunya terdapat di daerah Malang. Jawa Timur.


 Dengan kebudayaan dan kearifan lokal yang masih kental, Desa Ngawonggo yang terletak di Kabupaten Malang masih menjaga sekali  kesakralan warisan budaya nenek moyang. Hal tersebut diimplementasikan dalam acara Nguri-nguri Budaya Ngawonggo yang berarti "Memelihara Budaya Ngawonggo" yang terselenggara di Situs Patirtaan Ngawonggo di pertengahan bulan Juni lalu dengan dihadiri oleh berbagai Instansi Pemerintah dan dinas, termasuk Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang, Badan Pelestarian Kebudayaan (BPK) wilayah XI, Polsek Tajinan, KORAMIL 0818/20 Tajinan, dan Kecamatan Tajinan 


Acara Nguri-nguri Budaya Ngawonggo merupakan acara yang diselenggarakan oleh pihak Situs Patirtaan Ngawonggo yang berkolaborasi dengan kelompok praktikum Public Relations 3 Management Event program studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang yaitu Estelle Crew. Kelompok yang terdiri dari 8 anggota mengusung acara ini bertujuan untuk bisa mengenalkan keberadaan Situs Patirtaan yang merupakan peninggalan peralihan kerajaan Kediri ke Singosari, mengenalkan kearifan lokal dari Desa Ngawonggo, dan sebagai syukuran atas 7 tahun dikelolanya Situs Patirtaan Ngawonggo yang diceritakan melalui sebuah pameran dengan nama Crita Saka Ngawonggo yang berarti "Cerita dari Ngawonggoo".


Situs Patirtaan ini bukan hanya sebuah tempat bersejarah, tetapi juga menjadi saksi perjalanan waktu yang diukir oleh tangan-tangan kreatif warga Ngawonggo. Dalam semangat nguri-nguri budaya,  dengan mengangkat kembali nilai-nilai luhur yang diwariskan leluhur melalui pameran foto yang menceritakan transformasi Situs Patirtaan Ngawonggo dari masa ke masa. Pameran Crita Saka Ngawonggo ini juga menjadi panggung bagi warga Ngawonggo untuk menunjukkan karya-karya terbaik mereka, menandakan bahwa semangat dan kreativitas tidak pernah pudar. 


“Dari pameran Crita Saka Ngawonggo ini menjadi wadah untuk mengenalkan perjalanan Situs Patirtaan Ngawonggo dan diharapkan warga Desa Ngawonggo bisa terus menghasilkan karya-karya dari tangan mereka dan diharapkan dari pameran ini menginspirasi kita semua untuk terus menjaga, melestarikan warisan budaya, dan selalu mengukir kreativitas,” ucap Cak Rahmad Yasin selaku pengelola dari Situs Patirtaan Ngawonggo.


Selain adanya pameran, acara ini juga sebagai syukuran atas 7 tahun dikelolanya Situs Patirtaan Ngawonggo dengan disimbolkan melalui sebuah tumpeng. Tumpeng memiliki makna sebagai simbol keharmonisan dan ungkapan rasa syukur. Bentuk kerucut dari tumpeng juga memiliki makna yang dikaitkan dengan gunung yang berarti tempat sakral oleh masyarakat Jawa, karena memiliki kaitan erat dengan langit dan surga. Selain tumpeng, tak lupa terdapat olahan bubur yang selalu ada di setiap syukuran yang diselenggarakan oleh masyarakat Jawa yaitu bubur merah dan putih. Bubur tersebut dibuat dengan memiliki makna sebagai menolak bala atau menghindarkan manusia dari kesialan dan keburukan.


Selain adanya tumpeng, acara tersebut juga   terdapat sesi pembukaan pameran Crita Saka Ngawonggo yang disimbolkan dengan dibukanya tali janur ketupat oleh Bapak Imam dan Bapak Hartono dari Badan Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI. Setelah rangkaian pemotongan tumpeng, doa bersama, dan dibukanya tali janur ketupat, acara dilanjutkan dengan makan bersama dengan para tamu yang hadir.


Nguri-nguri Budaya Ngawonggo pun turut dimeriahkan oleh grup musik etnik lokal dari Kabupaten Malang yaitu Joko Tebon dan penampilan serta sosialisasi dari salah satu seniman alat musik harpa mulut, Mas Bejo. Salah satu pengelola dari Situs Patirtaan Ngawonggo, Cak Rahmad Yasin pun turut menyumbangkan sebuah lagu buatannya dengan judul Sugeng Rawuh yang bercerita sebagai ungkapan selamat datang ke para tamu karena sudah berkunjung ke Situs Patirtaan Ngawonggo dan semoga dengan berkunjung ke tempat tersebut, dapat mengobati rasa rindu akan suasana rumah di daerah pedesaan.


Budaya dan kearifan lokal yang diangkat dalam acara ini juga terdapat Ngangsu Tuyo yang berarti membawa air menggunakan bambu. Kegiatan ini dilakukan oleh warga Desa Ngawonggo pada era dahulu. Ngangsu Tuyo ini memakai sebuah bambu petuk yang digendong menggunakan kain selendang oleh laki-laki. Kegiatan ini sengaja diperkenalkan kepada para tamu agar mereka juga dapat mengetahui bagaimana orang dahulu membawa air dan beberapa tamu juga diperkenankan untuk bisa mencoba langsung Ngangsu Tuyo ini.


Triami Mahasiswi UMM

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama