Suasana Kegiatan Kajian Dana TKD, KPK Bersama Kementerian Terkait (Foto by KPK RI) |
NASIONAL I KEJORANEWS.COM: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Kedeputian Pencegahan dan Monitoring terus melakukan pelbagai upaya untuk mengkaji dan memetakan risiko terjadinya tindak pidana korupsi di daerah. Karena rendahnya kemampuan mengelola keuangan dan aset dalam otonomi daerah, menjadi pekerjaan rumah pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota.
Hal itu disebabkan oleh lemahnya sistem yang mengakibatkan munculnya indikasi korupsi dan pelbagai pungutan yang dapat mereduksi upaya pertumbuhan perekonomian daerah. "Dalam menumbuhkan daya saing antar daerah, otonomi daerah seharusnya dapat meningkatkan akuntabilitas dalam penyelenggaran pemerintah daerah. Dalam kajian ini, KPK menemukan berbagai permasalahan terhadap besarnya nilai alokasi dana Transfer ke Daerah dalam belanja pemerintah daerah," katanya.
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron dalam kegiatan kajian pemetaan potensi korupsi pada dana Transfer ke Daerah (TKD) kepada Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan Kementerian Dalam Negeri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, (7/3).
Baca Juga:
Lanjutnya, dana transfer ke daerah memiliki porsi sepertiga dari anggaran negara, porsi dana Transfer ke daerah pada rentang waktu 2017 sampai 2022 mencapai 21% - 37% dalam belanja pemerintah. Sedangkan ketergantungan daerah terhadap dana Transfer ke Daerah, mencapai kurang lebih 56% dari pendapatan daerah pada tahun 2017 sampai 2022.
"Sepanjang tahun 2004 sampai dengan 2022, KPK telah menangani setidaknya 178 kepala daerah yang terdiri dari 23 Gubernur, 155 Walikota/Bupati/Wakil yang terjerat kasus tindak pidana korupsi. Setengah dari jumlah tersebut, tercatat ada 113 kepala daerah yang kasusnya terjadi dalam enam tahun terakhir," ungkapnya.
"Modus suap pun sering digunakan para pelaku untuk melakukan upaya korupsi, seperti menyalahgunakan jalur aspirasi DPR pada pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK), menggunakan pengaruh pejabat eksekutif dan legislatif untuk mengintervensi kementerian terkait, serta menjual informasi alokasi DAK dan Dana Insentif Daerah (DID) kepada pemerintah daerah," tutup Wakil Ketua KPK.
KPK RI
Editor:
Andi Pratama
Posting Komentar