Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kepri, Zakmi- |
Pasalnya, penetapan yang dilakukan Badan Pekerja Pemilihan
Anggota (BPPA) jauh dari keadilan dan tidak proporsional. Selain tidak
mengakomodir suara dari semua konstituen dewan pers dikhawatirkan kebijakan
yang akan dikeluarkan oleh anggota Dewan Pers yang baru bakal merugikan ribuan
perusahaan media di tanah air.
Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kepri, Zakmi
menyebutkan SMSI Kepri sangat mendukung langkah yang dilakukan SMSI pusat untuk
kepentingan mayoritas perusahaan media Indonesia yang berpeluang dicurangi dan
dirugikan dalam setiap kebijakan yang akan muncul.
Sebelumnya, sebut Zakmi SMSI pusat sudah melayangkan surat
ke Dewan Pers bernomor 01/SMSI-Pusat/I/2022 Tentang Permohonan Penangguhan
Penetapan Anggota Dewan Pers. Namun, tidak juga digubris.
“Sudah dua surat yang diajukan SMSI pusat ke Dewan Pers,
namun tidak adanya respon sama sekali
dari Dewan Pers,” kata Zakmi sambil menyebutkan para Ketua SMSI Cabang selalu
dikirim tembusan setiap surat yang dilayangkan SMSI Pusat ke Dewan Pers dan
presiden RI.
Menurut Zakmi, saat ini organisasi wartawan dan organisasi
perusahaan pers yang sudah menjadi konstituen Dewan Pers ada 10 organisasi.
Namun, hanya 6 organisasi yang memiliki keterwakilan sebagai anggota Dewan
Pers. Mestinya, utusan organisasi perusahaan pers dan organisasi profesi pers ada 10 orang.
“Saat ini anggota Dewan Pers ada 6 dari organisasi profesi
wartawan dan organisasi perusahaan pers ditambah tiga dari utusan masyarakat
jadi totalnya 9 orang. Mestinya statute Dewan Pers diubah agar anggota Dewan
Pers jumlahnya bisa ditambah dan setiap organisasi konstituen memiliki
keterwakilan di Dewan Pers,” kata Zakmi.
Kata Zakmi, salah satu organisasi yang sangat berpeluang
dirugikan adalah SMSI. Padahal, SMSI merupakan organisasi perusahaan media
terbesar di Indonesia dengan jumlah anggota saat ini mencapai 1.726 perusahaan
dan anggotanya tersebar di 34 provinsi di Indonesia.
“Organisasi perusahaan yang anggotanya hanya delapan
perusahaan dan ada yang anggotanya hanya belasan malah memiliki keterwakilan di
Dewan Pers. Apa yang membuat Dewan Pers keberatan mengubah statuta agar jumlah
anggotanya ditambah secara proprsional?
Ini yang mencurigakan dan perlu diwaspadai,” ujar Zakmi.
Menurut Zakmi, keberadaan anggota Dewan Pers yang baru dipilih
tidak mencerminkan keterwakilan dari tiap-tiap organisasi konstituen. Hal itu
berdampak pada hilangnya kesetaraan, kesamaan hak dan keadilan bagi SMSI.
Bahkan, anggota Dewan Pers yang baru ini merupakan hasil proses diskriminasi
yang dibangun secara sistematis dalam bentuk peraturan Dewan Pers.
Zakmi menambahkan, sangat wajar jika muncul banyak dugaan
kecurangan yang dibuat Dewan Pers. Terutama dalam menetapkan peraturan standar
organisasi perusahaan pers yang diatur dalam Peraturan Dewan Pers tentang
Standar Organisasi Perusahaan Pers.
“Kita melihat salah satu yang diskriminatif adalah tentang
batas minimal jumlah anggota organisasi perusahaan pers menggunakan standar
ganda yang diskriminatif. Sejak awal, peraturan tersebut telah memberi ruang seluas-luasnya
untuk terjadi monopoli kebijakan oleh media kelompok tertentu,” terangnya.
Zakmi mencontohkan, peraturan yang diskriminatif seperti ada
organisasi tertentu yang diberlakukan khusus untuk menjadi konstituen Dewan
Pers yang diberi hak istimewa (privilese) dengan hanya cukup 8 anggota saja.
“Ada organisasi yang anggotanya hanya delapan perusahaan dan
tidak memiliki perwakilan dan kepengurusan di berbagai provinsi malah
dinyatakan memenuhi standar organsiasi Perusahaan Pers. Dan kemudian, dengan
syarat dan hak istimewa tersebut mereka dapat membentuk organisasi lebih dari
satu organisasi dan masing-masing memiliki utusan di Dewan Pers saat ini,”
beber Zakmi.
Sementara, untuk organisasi lain yang ingin mendaftar agar
menjadi konstituen dewan pers wajib memenuhi syarat mesti memiliki ratusan
perusahaan sebagai anggota dan mesti memiliki kepengurusan minimal ada di 15
Provinsi.
Keganjilan dan upaya menguasai Dewan pers oleh kelompok
tertentu sudah terlihat dari Badan Pekerja Pemilihan Anggota (BPPA) Dewan Pers
yang ditunjuk melakukan seleksi tokoh.
Pada statuta Dewan Pers disebut, setiap organisasi yang
telah memenuhi standar (konstituen) Dewan Pers mendapat seorang perwakilan di
Badan Pekerja Pemilihan Anggota (BPPA) Dewan Pers.
“Sehingga organisasi tertentu yang mendapat prepilese atau
hak istimewa tersebut dapat mengusulkan utusannya ke BPPA Dewan Pers lebih dari
satu dan kemudian dapat menempatkan anggotanya juga lebih dari satu. Ini sudah
menjadi catatan BPPA selaku panitia seleksi versi Dewan Pers namun tetap saja
diloloskan. Dan, dalam Peraturan Dewan Pers tentang statuta Dewan Pers, BPPA
dapat memilih dan menetapkan anggota Dewan Pers berjumlah hanya 9 orang.
Sehingga anggota BPPA yang terdiri dari utusan organisasi konstituen Dewan Pers
hasil peraturan yang diskriminatif tersebut, dapat leluasa menetapkan Anggota
Dewan Pers yang dikehendaki, terangnya.
Sehingga, ada beberapa organisasi yang sudah menjadi
konstituen Dewan Pers tidak memiliki utusan atau perwakilan di Dewan Pers.
“SMSI yang anggotanya 1.716 perusahaan saja tidak ada satu
orang wakilpun yang duduk menjadi anggota Dewan Pers. Demikian juga beberapa
organisasi lain yang dicurangi. Inilah bentuk dari hasil peraturan yang
diskriminastif dan secara material dan immaterial merugikan pengurus, anggota
dan organisasi SMSI. Dan ini tentu bertentangan dengan semangat UU No. 40 Tahun
1999 tentang pers,” terang Zakmi.
Menurut Zakmi, wajar jika muncul pendapat bahwa anggota
Dewan Pers periode 2022-2025 yang dihasilkan dari peraturan yang diskriminatif
tidak akan memenuhi rasa keadilan.
“Prosesnya saja berpotensi terjadi pelanggaran hak azazi dan
pembatasan hak masyarakat pers dalam berserikat yang bermuara pada
terbelenggunya kemerdekaan pers. Ini berlawanan dengan semangat reformasi dan
UUD serta UU No.40 tahun 1999 Tentang Pers. Karena proses curang inilah maka
perlu ada peninjauan Peraturan Dewan Pers tentang standar organisasi yang
berstandar ganda (Diskriminatif), agar sesuai dengan semangat reformasi,
sehingga dapat memenuhi keterwakilan para konstituen,” kata Zakmi.
Kata Zakmi, pengurus dan anggota SMSI baik di Cabang Kepri
maupun di daerah lain berkeyakinan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo akan
mengabulkan permohonan SMSI untuk menangguhkan Keppres Anggota Dewan Pers
periode 2022 – 2025.
“Presiden tentu ingin Pers Indonesia tetap berada di koridor
perundang-undangan. Apalagi ada berbagai dinamika yang berkembang di seputar
Dewan Pers dan masyarakat pers. Harapan kita Presiden menunda menerbitkan
Keputusan Presiden (Keprres) dan memperpanjang masa kerja Dewan Pers lama
sampai pembentukan anggota Dewan Pers periode baru yang mekanismenya mesti
diulang dari awal yang transparan dan yang berkeadilan,” tutup Direktur
Pemberitaan dan pengembangan daerah siberindo.co ini.
Sementara, Wakil Sekretaris Jenderal SMSI Pusat Yono Hartono
menyebutkan surat permohonan penanguhan Keppres Dewan Pers untuk Presiden RI
sudah dikirimkan.
“Suratnya tertanggal 3 Febuari 2022 dengan nomor
47/SMSI-Pusat/II/2022. Surat itu juga ditembuskan kepada Ketua Dewan Pers,
Menteri Sekretaris Negara, Menteri Kominfo, Ketua DPR-RI, Ketua Komisi I
DPR-RI, para organisasi Konstituen Dewan Pers, Para Tokoh Pers Indonesia serta
Dewan Penasehat, Dewan Pembina, Dewan Pertimbangan, Dewan Pakar SMSI Pusat,”
terang Kandidat Doktor ini.
SMSI
Posting Komentar