Ketika di persidangan. |
Pihak penggugat ialah Masyarakat lima keturunan Bandardewa yang Masing-masing pilarnya diwakilkan oleh Ir Achmad Sobrie MSi (pilar Goeroe Alam), Drs Raden Musaleh (pilar Musa), Drs Mihsan Naim (pilar Raja Sakti), Arieyanto SH MH (pilar Raja Balak), serta Rulaini (pilar H. Madroes). Kelima pilar tersebut telah menguasakan penyelesaian permasalahan kepada Ir Achmad Sobrie MSi., dengan kuasa hukum dari kantor hukum Justice Warrior kota Metro. Sedangkan para tergugat yakni tergugat I (ATR/BPN RI), tergugat II (BPN Tubaba) dan tergugat II intervensi PT Huma Indah Mekar (HIM).
Pada sidang kali ini, PT HIM diduga memasukkan bukti bodong. Hal tersebut terungkap ketika penyerahan bukti tambahan oleh tergugat II intervensi, khususnya HGU No 81. Kuasa hukum tergugat II Intervensi tampak gelagapan, tidak bisa menunjukkan, saat ditanya hakim ketua terkait keberadaan Sertipikat HGU dimaksud.
Setelah menerima tambahan bukti, majelis hakim melanjutkan persidangan mendengar keterangan saksi. Penggugat menghadirkan tiga saksi fakta, diantaranya tokoh masyarakat Bandardewa, Herman RA. Ketua lembaga masyarakat adat Bandardewa, Ridwan. Serta Rustam.
Masing-masing saksi, Herman RA menjelaskan tentang Asal usul ahli waris, Ridwan ketua lembaga masyarakat adat Bandardewa menyampaikan tentang kronologis tanah ulayat dan Rustam menyampaikan tentang upaya pengiriman surat menyurat lima keturunan Bandardewa terkait tanah ulayat terhadap tergugat.
Setelah disumpah, seluruh saksi penggugat mengungkapkan apa yang diketahui, sesuai kesaksiannya mereka berhasil menyingkap misteri yang selama ini terselubung.
Seperti Herman bin Settan Raja Alam (Alm) contohnya, nama orangtuanya dicatut. Bermula, setelah menjawab pertanyaan secara konsisten dan spesifik dari tergugat II Intervensi terkait identitas orang tuanya, yakni Raja Alam. Akhirnya dengan percaya diri kuasa hukum PT HIM mengajak saksi Herman ke meja hakim untuk melihat dan mungkin berharapan bukti yang dimiliki oleh pihaknya dikenali oleh saksi. Kepada Herman, Tergugat II Intervensi kemudian menunjukkan foto dalam pembayaran ganti rugi tanah atas nama Raja Alam yang notabene orang tuanya. Namun sayangnya, dengan tegas Herman menjawab foto tersebut bukanlah foto orang tuanya, dirinya bahkan samasekali tidak mengenali orang dalam foto dimaksud.
Sementara saksi Ridwan mengatakan bahwa ladang keluarga mereka di lahan lima keturunan Bandardewa, tiba-tiba dirampas oleh PT HIM. Dimasa orde baru kala itu mereka cuma bisa pasrah tidak berdaya.
Sedangkan saksi Rustam mengatakan bahwa dirinya yang diberikan kepercayaan oleh Achmad Sobrie untuk mengantarkan surat menyurat ke kantor tergugat II. Disebutkan Rustam, dirinya telah sebanyak empat kali mengantarkan surat, menerima jawaban cuma satu kali, itupun jawabannya tidak substantif dengan isi surat. Sementara pihak tergugat II mengakui hanya menerima kiriman surat dari penggugat sebanyak dua kali, satu balasan surat sampai ke alamat rumah Achmad Sobrie, satu balasan lainnya di alamat yang sama dikembalikan oleh pihak kurir jasa pengiriman surat dengan alasan alamat tidak diketahui.
Sidang dipimpin oleh ketua majelis hakim Yarwan SH MH., dengan didampingi oleh dua hakim anggota Andhy Matuaraja SH MH., dan Hj Suaida Ibrahim SH MH., serta Panitera pengganti Ida Meriati SH MH., berjalan dengan lancar dan mengikuti protokol kesehatan.
Sidang lanjutan pemeriksaan saksi akan dilanjutkan pada Rabu (24/11) dan Kamis (25/11) siang.
Mencermati perkembangan sidang, kuasa ahli waris 5 keturunan Bandardewa Ir Achmad Sobrie MSi memberikan tanggapannya melalui pesan WhatsApp, Selasa, (23/11).
Disampaikannya, bahwa Masyarakat 5 Keturunan Bandardewa yang berhak, namun tidak menerima ganti rugi telah ditegaskan oleh Pertama, Kepala Kampung/Desa Bandardewa dalam surat tanggal 3 Maret 1983 No 020/kp/bd/1983 kepada Camat Tulangbawang Tengah.
Kedua, Keterangan DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Utara dalam surat tanggal 29 Maret 1983 No. AG.200/393/dprd-Lu/1983 kepada Bupati KDH Tk II. Lampung utara.
Dan ketiga, Tidak terdapat dalam peta Rincikan PT HIM yang diduga direkayasa dan disusun oknum BPN Kabupaten Tulang Bawang.
Adapun, lanjut Sobrie, Dokumen resmi yang diserahkan pihak PT HIM secara resmi kepada Komisi II DPR RI/Pokja pertanahan tahun 2005.
1) Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No 16/HGU/1989 tentang Pemberian hak guna usaha atas nama PT Huma Indah Mekar, Jakarta.
2) Sertipikat HGU 16 tahun 1994 luas 2.125,35 hektar didesa Bandardewa, Ujung Gunung Ilir, Panaragan dan Menggalamas masa berlaku hak 31 Desember 2019.
3) Sertipikat No 27 tahun 1996 luas 2.282 hektar di Desa Penumangan, Panaragan Jaya dan Ujung Gunung Udik, masa berlaku hak 31 Desember 2010.
Selain itu, Tanah 5 Keturunan Bandardewa dari seluas 1.470 hektar yang hanya masuk HGU dalam sertipikat 206 hektar, tetapi sisanya 1.200 hektar lebih dikelola oleh PT HIM. Surat Camat Tulangbawang Tengah tanggal 22 September 1998 No.593.49.16.1998 kepada Bupati Tulangbawang menjelaskan lahan yang dikelola PT HIM dari KM 133-138. Ini bersesuai dengan peta Rincikan PT HIM di lapangan yang ditanam karet. Komisi II DPR RI dalam Rapat Dengar Pendapat tanggal 27 Agustus 2008 merekomendasikan, agar BPN melakukan pengembalian batas bidang HGU dengan ukur ulang di lapangan paling lambat 10 Oktober 2008.
"Diduga adanya kolaborasi pihak PT HIM dengan oknum aparat pejabat BPN dan Pemkab Tulangbawang rekomendasi ukur ulang tersebut dijegal. Meskipun telah diprogramkan dananya sejumlah Rp 268 juta dalam APBD Kabupaten Tulangbawang TA 2008 dan APBD perubahan TA 2009," urai Sobrie.
Setelah berhasil (pada kesempatan ke 1, tahun 2008), sambung dia, direktur PT HIM langsung mengajukan perpanjangan hak kepada Bupati Tulangbawang melalui surat tanggal 18 Desember 2008.
Bupati baru memberikan rekomendasi (setelah penjegalan ukur ulang kali ke 2 pada tahun 2009) berhasil dan kabupaten Tulangbawang mengalami Pemekaran daerah. Lahan 5 Keturunan Bandardewa masuk wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Tulangbawang Barat.
Lebih lanjut Sobrie merincikan, Fakta persidangan online atas jawaban tergugat I (BPN RI) tanggal 7 Oktober 2021 dalam perkara Nomor 39/G/2021/PTUN.BL halaman 19-20 telah membuka misterinya adanya Mafia Tanah di BPN atas Pencaplokan Lahan 5 Keturunan Bandardewa secara masif dalam proses perpanjangan HGU PT HIM No 16 tahun 1989 khususnya sertipikat No 16 tahun 1994 dengan adanya rekomendasi sebagai berikut. Pertama, Surat Bupati Tulangbawang tanggal 14 Desember 2009 No.593/457/1.03/TB/2009. Kedua, Surat kepala dinas perkebunan Provinsi Lampung tanggal 22 Desember 2009 No.525.26/139/D/2009. Ketiga, Surat Bupati Tulangbawang Barat tanggal 10 Juni 2010 No.593/81.A/I.01/tbb/2010. Keempatnya, Risalah Panitia Pemeriksaan Tanah B Provinsi Lampung.
"Lima tahun kemudian, perpanjangan hak guna usaha tersebut 25 tahun dari 31 Desember 2019 menjadi berakhir 31 Desember 2044 baru diterbitkan secara rahasia. Dengan Keputusan kepala BPN RI No.35/HGU/BPN RI/2013 tanggal 14 Mei 2013 karena sedang dalam proses mediasi Komnas HAM untuk mencarikan solusi damai (win-win solution) yang telah disepakati bersama dalam rapat tanggal 23 April 2013 dipimpin komisioner Komnas HAM diikuti wakil Bupati Tulangbawang Barat, BPN kabupaten Tulangbawang, Asda Pemkesra, Kanwil BPN Provinsi Lampung, Kantor Pertanahan Tulangbawang Barat, PT HIM, DPRD Tulangbawang Barat dan 5 Keturunan Bandardewa," beber Sobrie.
Selama 40 tahun berjuang melawan mafia tanah, masyarakat 5 keturunan Bandardewa melihat adanya harapan besar akan hadirnya negara dalam kasus ini, terlebih lagi setelah presiden Jokowi mengeluarkan instruksi pemberantasan mafia tanah.
"Saat inilah momentumnya yang sangat tepat, negara harus hadir dalam menegakkan hukum dan keadilan hak-hak bagi rakyat kecil. Sesuai dengan instruksi Presiden untuk memberantas Mafia Tanah," pungkas Sobrie optimis.
(Yusri)
Posting Komentar