RDPU, Komisi IV DPRD Kota Batam dan Instasi Pelayanan Kesehatan |
BATAM I KEJORANEWS.COM : Menyikapi terkait pelayanan kesehatan, Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota Batam gelar pertemuan bersama instansi terkait, di Batam Center - Batam. Rabu, (09/10/2019)
Selaku pimpinan rapat, Ketua Komisi IV DPRD Batam, Ides Madri menuturkan disini Komisi IV memberikan masukan, saran, untuk mengambil keputusan bersama. Bagaimana bisa bersatu padu memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat Batam.
"Seperti Pasien tidak bertuan, kalau belum ada regulasi kearah itu kita coba sempurnakan, karena yang kita lakukan adalah jangan sampai pihak rumah sakit malah kebingungan menerima pasien tidak bertuan mengenai pemabayaran dan kalau di keluarkan tidak tau kemana," terangnya.
"Terkait BPJS di Batam yang terlalu berbelit-belit, tapi aman dibeberapa daerah lain, kami masyarakat Batam sangat butuh keberadaan BPJS, Rumah Sakit Swasta/Negeri, karena keberadaannya harus kita dukung. Disini kita tidak bisa ego sektoral, tapi bagaimana kita bisa bersatu padu memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat Batam. Untuk itu selanjutnya Kita akan membawa surat dana melakukan kunjungan ke pusat," katanya.
Hal tersebut disampaikannya pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang dihadiri oleh, Dinas Kesehatan Batam, Dinas Sosial Batam, BPJS Batam, Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Kepri, Kepala RS Embung Fatimah, Kepala RS Badan Pengusahaan Batam, serta perwakilan RS Swasta Batam, (8/10) di ruang rapat Komisi IV DPRD Batam.
Selanjutnya Wakil Pimpinan Rapat, Sekretaris Komisi IV, Tumbur, M S menambahkan untuk berpikiran positif, karena Fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) disitu ada kendala-kendala, untuk itu antara pelaksana dan BPJS itu dibangun adalah kesetaraan, sehingga kearifan lokal bisa tercapai.
"Jangan hanya sebagai pelaksana, dan menjalankan, karena ada masukkan-masukkan dari tiap wilayah, dan itu mempunyai permasalahan yang berbeda. Tidak bisa disamaratakan. Jadi, disini peran pimpinan itu harus ada untuk berargumentasi ke pusat. Dan yang harus dibangun BPJS itu adalah kesetaraan, komunikasi sehingga bisa saling memahami," pintanya.
Hal senada disampaikan oleh Anggota Komisi IV, Bobi Alexander S mengatakan sudah sejak tahun 2014, permasalahan tidak ada bedanya, tetap sama. Ini bisa dikatakan penyakit yang tidak bisa diurai.
"Produk BPJS di kota Batam, saya berani katakan gagal, karena sistemnya tidak benar. Karena petugas/pegawainya ini tidak akan lari dari buku panduannya, begitu juga dengan Dinkes dan RS Pemerintah, akan mematuhi dan mentaati pusat. Untuk itu mari kita urai dan sepahami dulu, karena ini menyangkut pelayanan kesehatan bagi seluruh warga," ungkapnya.
"Saya punya usul harus ada dua forum (Masyarakat Batam dan Pemerintah Kota) bersuara ke pusat, agar jaminan kesehatan ini dikembalikan kepada daerah. Hanya ini solusinya karena secara menyeluruh kita adalah otonomi daerah, sehingga sistem ini bisa berjalan dengan baik, masyarakat dapat pelayanan terbaik, itukan intinya," tutupnya.
Menyikapi hal yang disampaikan, Kepala Bidang SDM, Umum, dan Komunikasi Publik BPJS Kesehatan Cabang Batam, Irfan Rachmadi menyampaikan apa yang pihaknya lakukan seluruhnya diatur oleh pemerintah pusat.
"Kami hanya menjalankan apa yang diatur dalam perundang-undangan, Perkes, dan Permenkes. Dan tidak ada BPJS ini yang mengatur sendiri. Kami menjalankan apa yang telah menjadi ketentuan," terangnya mewakili Kepala BPJS Batam yang berhalangan hadir.
Lanjutnya, terkait keterlambatan BPJS membayar klaim kepada mitra sudah menjadi isu nasional, karena sedang mengalami defisit keuangan, khususnya pembayaran ke rumah sakit. Namun, untuk pembayaran kepada FKTP masih berjalan dengan normal.
"Setiap melakukan pembayaran, kita meminta ke kantor Pusat, jadi kami disini sifatnya hanya menerima berapa yang diberikan, itu yang kami bayarkan, setiap ada tagihan. Selain itu pemerintah pusat juga melakukan kerjasama dengan perbankan (Program SCF), dan bank - bank ini akan menanggulangi dulu tagihan klaim rumah sakit tersebut.
Ditempat yang sama, Ketua Persi Kepri, dr. Ibrahim mengatakan untuk pasien tidak bertuan kewajiban RS untuk tidak menolak, pada pertolongan pertama, penyelamatan jiwa dari pada pasien tersebut, termasuk mempersiapkan rujukan ke rumah sakit yang mempunyai tempat-tempat yang dibutuhkan, merupakan suatu kewajiban. Tapi, ini bukan pada pelayanan keseluruhan.
Terakit program SCF ini kan gagasan/inovasi dari BPJS, ini sudah jalan atau tidak. Ia melanjutkan ini bisa jadi solusi sebenarnya, waktu itu pihaknya punya jatah waktu tiga bulan pembayaran pinjaman, dan ini sangat mengkhawatirkan karena terdapat isu BPJS kesulitan keuangan, dengan SCF ini artinya bulan ke empat ia harus membayar. Kalau tidak ada duit bagaimana, walaupun ada tambahan waktu dua bulan.
"Menjadi permasalahan, kalau belum ada pembayaran dari BPJS, pihak rumah sakit akan dikenakan denda 6% dari pinjaman. Karena pihak rumah sakit sebagai peminjam. Terkait kuota Pasien. BPJS juga membatasi kunjungan pasien berdasarkan jam praktek dokter, jadi tidak semua itu pembatasan oleh pihak rumah sakit. Selanjutnya terkait CSR ini adalah niat baik suatu institusi memberikan kepada masyarakat, namun tidak semua rumah sakit non profit, sebagian ada persero," pungkasnya.
"Seperti Pasien tidak bertuan, kalau belum ada regulasi kearah itu kita coba sempurnakan, karena yang kita lakukan adalah jangan sampai pihak rumah sakit malah kebingungan menerima pasien tidak bertuan mengenai pemabayaran dan kalau di keluarkan tidak tau kemana," terangnya.
"Terkait BPJS di Batam yang terlalu berbelit-belit, tapi aman dibeberapa daerah lain, kami masyarakat Batam sangat butuh keberadaan BPJS, Rumah Sakit Swasta/Negeri, karena keberadaannya harus kita dukung. Disini kita tidak bisa ego sektoral, tapi bagaimana kita bisa bersatu padu memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat Batam. Untuk itu selanjutnya Kita akan membawa surat dana melakukan kunjungan ke pusat," katanya.
Hal tersebut disampaikannya pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang dihadiri oleh, Dinas Kesehatan Batam, Dinas Sosial Batam, BPJS Batam, Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Kepri, Kepala RS Embung Fatimah, Kepala RS Badan Pengusahaan Batam, serta perwakilan RS Swasta Batam, (8/10) di ruang rapat Komisi IV DPRD Batam.
Selanjutnya Wakil Pimpinan Rapat, Sekretaris Komisi IV, Tumbur, M S menambahkan untuk berpikiran positif, karena Fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) disitu ada kendala-kendala, untuk itu antara pelaksana dan BPJS itu dibangun adalah kesetaraan, sehingga kearifan lokal bisa tercapai.
"Jangan hanya sebagai pelaksana, dan menjalankan, karena ada masukkan-masukkan dari tiap wilayah, dan itu mempunyai permasalahan yang berbeda. Tidak bisa disamaratakan. Jadi, disini peran pimpinan itu harus ada untuk berargumentasi ke pusat. Dan yang harus dibangun BPJS itu adalah kesetaraan, komunikasi sehingga bisa saling memahami," pintanya.
Hal senada disampaikan oleh Anggota Komisi IV, Bobi Alexander S mengatakan sudah sejak tahun 2014, permasalahan tidak ada bedanya, tetap sama. Ini bisa dikatakan penyakit yang tidak bisa diurai.
"Produk BPJS di kota Batam, saya berani katakan gagal, karena sistemnya tidak benar. Karena petugas/pegawainya ini tidak akan lari dari buku panduannya, begitu juga dengan Dinkes dan RS Pemerintah, akan mematuhi dan mentaati pusat. Untuk itu mari kita urai dan sepahami dulu, karena ini menyangkut pelayanan kesehatan bagi seluruh warga," ungkapnya.
"Saya punya usul harus ada dua forum (Masyarakat Batam dan Pemerintah Kota) bersuara ke pusat, agar jaminan kesehatan ini dikembalikan kepada daerah. Hanya ini solusinya karena secara menyeluruh kita adalah otonomi daerah, sehingga sistem ini bisa berjalan dengan baik, masyarakat dapat pelayanan terbaik, itukan intinya," tutupnya.
Menyikapi hal yang disampaikan, Kepala Bidang SDM, Umum, dan Komunikasi Publik BPJS Kesehatan Cabang Batam, Irfan Rachmadi menyampaikan apa yang pihaknya lakukan seluruhnya diatur oleh pemerintah pusat.
"Kami hanya menjalankan apa yang diatur dalam perundang-undangan, Perkes, dan Permenkes. Dan tidak ada BPJS ini yang mengatur sendiri. Kami menjalankan apa yang telah menjadi ketentuan," terangnya mewakili Kepala BPJS Batam yang berhalangan hadir.
Lanjutnya, terkait keterlambatan BPJS membayar klaim kepada mitra sudah menjadi isu nasional, karena sedang mengalami defisit keuangan, khususnya pembayaran ke rumah sakit. Namun, untuk pembayaran kepada FKTP masih berjalan dengan normal.
"Setiap melakukan pembayaran, kita meminta ke kantor Pusat, jadi kami disini sifatnya hanya menerima berapa yang diberikan, itu yang kami bayarkan, setiap ada tagihan. Selain itu pemerintah pusat juga melakukan kerjasama dengan perbankan (Program SCF), dan bank - bank ini akan menanggulangi dulu tagihan klaim rumah sakit tersebut.
Ditempat yang sama, Ketua Persi Kepri, dr. Ibrahim mengatakan untuk pasien tidak bertuan kewajiban RS untuk tidak menolak, pada pertolongan pertama, penyelamatan jiwa dari pada pasien tersebut, termasuk mempersiapkan rujukan ke rumah sakit yang mempunyai tempat-tempat yang dibutuhkan, merupakan suatu kewajiban. Tapi, ini bukan pada pelayanan keseluruhan.
Terakit program SCF ini kan gagasan/inovasi dari BPJS, ini sudah jalan atau tidak. Ia melanjutkan ini bisa jadi solusi sebenarnya, waktu itu pihaknya punya jatah waktu tiga bulan pembayaran pinjaman, dan ini sangat mengkhawatirkan karena terdapat isu BPJS kesulitan keuangan, dengan SCF ini artinya bulan ke empat ia harus membayar. Kalau tidak ada duit bagaimana, walaupun ada tambahan waktu dua bulan.
"Menjadi permasalahan, kalau belum ada pembayaran dari BPJS, pihak rumah sakit akan dikenakan denda 6% dari pinjaman. Karena pihak rumah sakit sebagai peminjam. Terkait kuota Pasien. BPJS juga membatasi kunjungan pasien berdasarkan jam praktek dokter, jadi tidak semua itu pembatasan oleh pihak rumah sakit. Selanjutnya terkait CSR ini adalah niat baik suatu institusi memberikan kepada masyarakat, namun tidak semua rumah sakit non profit, sebagian ada persero," pungkasnya.
Andi Pratama