Gelanggang Permainan Kota Batam |
BATAM I KEJORANEWS.COM : Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam, Uba Ingan Sigalingging mengungkap permainan pimpong di salah satu tempat Gelanggang permainan (Gelper) di wilayah nagoya - Batam. Rabu, (10/07/2019)
"Sebagai pembuktian, adanya permainan bola, saya membayar Rp 500 ribu dengan nilai 100 ribu setiap kartu. Dan untuk menukar kembali kartu itu kembali menjadi uang, saya menyuruh mereka (pihak Gelper) untuk datang ke DPRD, dan di iyakan. Namun, hingga saat ini tidak datang-datang. sudahlah saya di tipu mereka tidak bayar pajak lagi." Ungkapnya.
Terkait hal itu, ia melihat sepertinya ada penggelapan atau kongkalikong PTSP dengan BP2RD, dimana terdapat pengawas. Selain itu Perda No.7 tahun 2017 tentang pajak daerah dengan Perda Pajak No.3 tahun 2003 klasifikasi dan jenis permainan luput dari perhatian oleh pegawai Pemerintah Kota (Pemko).
"Sepertinya ada Excuse atasan, pimpinan sebelumnya sengaja (Gustian Riau) terkait hal tidak adanya anggaran dalam pengawasan. Ini menarik, Batam kan termasuk kota metropolitan bagaimana mungkin tidak ada anggaran untuk pengawasan, ini bisa jadi disengaja dan dia dapat leluasa bermain selama ini. sehingga input yang ada di BP2RD menjadi kacau." Tegasnya.
Hal tersebut, disampaikannya pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) ke III, dengan pengusaha hiburan kota Batam, mengenai pajak hiburan kota Batam. di ruang rapat komisi II DPRD Kota Batam (9/7), di Batam Center - Batam.
Selanjutnya, penyampaian dari Anggota Komlisi II DPRD Kota Batam, Dandis Rajagukguk mengatakan sebelumnya dari keterangan Kepala Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Batam, sebelumnya dari 41 terdapat 39 wajib pajak, dan 10 yang aktif bayar pajak permainan dewasa.
"Sekarang tinggal 4 wajib pajak, dimana 6 lagi tutup. Terkait dangan ketidak hadiran pelaku usaha, sepertinya ada yang mengkondisikan pihak pengusaha sehingga banyak yang tidak mau datang. disini kita bukan mau membuat keresahan bagi pengusaha Gelper, dan disini kita lihat tidak ada sinkronisasi Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) dengan BP2RD." Terangnya.
Selaku pihak yang dipercaya, mengelola Gelper Double Dragon, terkait kegiatan, yang dilaporkan oleh Double Dragon (PT. Global Sukses Perkasa) sudah buka selama 7 bulan.
"Pajak selama ini sudah dibayarkan, sama orang yang bersangkutan dimana saat ini kebetulan sedang keluar, yang dibayar pajak gelanggang permainan anak-anak dan keluarga, sebesar 15%," terangnya pada rapat.
"Sebagai pembuktian, adanya permainan bola, saya membayar Rp 500 ribu dengan nilai 100 ribu setiap kartu. Dan untuk menukar kembali kartu itu kembali menjadi uang, saya menyuruh mereka (pihak Gelper) untuk datang ke DPRD, dan di iyakan. Namun, hingga saat ini tidak datang-datang. sudahlah saya di tipu mereka tidak bayar pajak lagi." Ungkapnya.
Terkait hal itu, ia melihat sepertinya ada penggelapan atau kongkalikong PTSP dengan BP2RD, dimana terdapat pengawas. Selain itu Perda No.7 tahun 2017 tentang pajak daerah dengan Perda Pajak No.3 tahun 2003 klasifikasi dan jenis permainan luput dari perhatian oleh pegawai Pemerintah Kota (Pemko).
"Sepertinya ada Excuse atasan, pimpinan sebelumnya sengaja (Gustian Riau) terkait hal tidak adanya anggaran dalam pengawasan. Ini menarik, Batam kan termasuk kota metropolitan bagaimana mungkin tidak ada anggaran untuk pengawasan, ini bisa jadi disengaja dan dia dapat leluasa bermain selama ini. sehingga input yang ada di BP2RD menjadi kacau." Tegasnya.
Hal tersebut, disampaikannya pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) ke III, dengan pengusaha hiburan kota Batam, mengenai pajak hiburan kota Batam. di ruang rapat komisi II DPRD Kota Batam (9/7), di Batam Center - Batam.
Selanjutnya, penyampaian dari Anggota Komlisi II DPRD Kota Batam, Dandis Rajagukguk mengatakan sebelumnya dari keterangan Kepala Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Batam, sebelumnya dari 41 terdapat 39 wajib pajak, dan 10 yang aktif bayar pajak permainan dewasa.
"Sekarang tinggal 4 wajib pajak, dimana 6 lagi tutup. Terkait dangan ketidak hadiran pelaku usaha, sepertinya ada yang mengkondisikan pihak pengusaha sehingga banyak yang tidak mau datang. disini kita bukan mau membuat keresahan bagi pengusaha Gelper, dan disini kita lihat tidak ada sinkronisasi Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) dengan BP2RD." Terangnya.
Selaku pihak yang dipercaya, mengelola Gelper Double Dragon, terkait kegiatan, yang dilaporkan oleh Double Dragon (PT. Global Sukses Perkasa) sudah buka selama 7 bulan.
"Pajak selama ini sudah dibayarkan, sama orang yang bersangkutan dimana saat ini kebetulan sedang keluar, yang dibayar pajak gelanggang permainan anak-anak dan keluarga, sebesar 15%," terangnya pada rapat.
RDP Komisi II DPRD Kota Batam |
Menanggapi apa yang disampaikan oleh pihak Gelper Double Dragon, BP2RD Kota Batam, Titin Y mengatakan sebelumnya Double Dragon bernama Tri Kingdome dan membayar pajak sebesar 50%.
"Dari data kita, sekarang Double Dragon belum membayar pajak sama sekali. BP2RD khusus untuk hiburan belum/tidak ada sosialisasi mengenai besaran pajak kepada pengusaha," terangnya.
Berikutnya dari Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Batam, Willly mengatakan terkait Double Dragon, ijin pertama sudah dikeluarkan, namun masalah pajak bukan wewenang.
"Dalam operasional pengawasan sebenarnya kami tidak ada biaya/anggaran untuk itu, dan yang saya tahu sudah berjalan sekitar tiga (3) tahun. Sebelumnya Kepemimpinan (Gustian Riau)," jelasnya.
Masih ditempat yang sama, Kepala Bidang Perizinan ekenomi dan sosial, DPM PTSP Kota Batam, Resa Marlinda mengungkapkan pihaknya selama ini tidak pernah melakukan koordinasi, serta memberikan data-data gelanggang permainan ke BP2RD meski dalam satu ruangan PTSP.
"Dari tahun 2019 kebawah ijin yang keluar adalah arena bermain anak dan keluarga, disini pajaknya sebesar 15%, karena tidak ada jenis permainan anak ataupun dewasa. Kedepannya akan kami perbaiki, dalam mengeluarkan ijin serta akan berkoordiansi dengan Kabid Pengawasan." Katanya.
Menyimpulkan apa yang telah disampaikan, Pimpinan Rapat Sekretaris Komisi II, Mesrawati Tampubolon menyampaikan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) harus bertanggung jawab dengan ijin yang dikeluarkan, dan pengusaha kalau tidak membayar pajak, tutup usahanya. dan ijin yang dibayar permainan anak-anak ya permainan anak, dewasa ya dewasa.
"Terdapat ratusan (200+) lebih wajib pajak yang terdata, permainan dewasa dan anak-anak, ini berpotensi milyaran rupiah setiap bulan, tapi menjadi potensial lost. Disini DPM PTSP ijin yang disampaiakan kepada BP2RD tidak sinkron dengan kegiatannya. dan BP2RD tidak melihat langsung usahanya," tegasnya.
Sebelumnya, ia menyampaikan hal yang sama dengan Anggota Komisi II (Uba) pernah masuk salah satu gelper di Nagoya, mendapati ada yang buka sampai diluar ketentuan dan menurutnya tidak mungkin anak-anak main sampi pagi, habis itu pemain hanya mengejar hadiah boneka dan HP China dalam permainan tersebut.
"Disini jika terdapat anak-anak tidak mungkin ada yang bermain, sudahlah ruangannya full asap rokok, dan terus beban mental anak-anak dengan terdapatnya pakaian setengah jadi pemain wanita dewasa," terangnya.
"Bagi pengusaha yang tidak datang sampai tiga kali, kita akan layangkan surat melalui pihak yang berwajib (Polresta Barelang) minta dijemput paksa pengusahanya. DPM PTSP dilapangan tolong check lagi, dan bagi tidak bayar pajak di tutup saja dan saya akan menyurati Walikota terkait hal ini," tutupnya diakhir rapat.
"Dari data kita, sekarang Double Dragon belum membayar pajak sama sekali. BP2RD khusus untuk hiburan belum/tidak ada sosialisasi mengenai besaran pajak kepada pengusaha," terangnya.
Berikutnya dari Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Batam, Willly mengatakan terkait Double Dragon, ijin pertama sudah dikeluarkan, namun masalah pajak bukan wewenang.
"Dalam operasional pengawasan sebenarnya kami tidak ada biaya/anggaran untuk itu, dan yang saya tahu sudah berjalan sekitar tiga (3) tahun. Sebelumnya Kepemimpinan (Gustian Riau)," jelasnya.
Masih ditempat yang sama, Kepala Bidang Perizinan ekenomi dan sosial, DPM PTSP Kota Batam, Resa Marlinda mengungkapkan pihaknya selama ini tidak pernah melakukan koordinasi, serta memberikan data-data gelanggang permainan ke BP2RD meski dalam satu ruangan PTSP.
"Dari tahun 2019 kebawah ijin yang keluar adalah arena bermain anak dan keluarga, disini pajaknya sebesar 15%, karena tidak ada jenis permainan anak ataupun dewasa. Kedepannya akan kami perbaiki, dalam mengeluarkan ijin serta akan berkoordiansi dengan Kabid Pengawasan." Katanya.
Menyimpulkan apa yang telah disampaikan, Pimpinan Rapat Sekretaris Komisi II, Mesrawati Tampubolon menyampaikan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) harus bertanggung jawab dengan ijin yang dikeluarkan, dan pengusaha kalau tidak membayar pajak, tutup usahanya. dan ijin yang dibayar permainan anak-anak ya permainan anak, dewasa ya dewasa.
"Terdapat ratusan (200+) lebih wajib pajak yang terdata, permainan dewasa dan anak-anak, ini berpotensi milyaran rupiah setiap bulan, tapi menjadi potensial lost. Disini DPM PTSP ijin yang disampaiakan kepada BP2RD tidak sinkron dengan kegiatannya. dan BP2RD tidak melihat langsung usahanya," tegasnya.
Sebelumnya, ia menyampaikan hal yang sama dengan Anggota Komisi II (Uba) pernah masuk salah satu gelper di Nagoya, mendapati ada yang buka sampai diluar ketentuan dan menurutnya tidak mungkin anak-anak main sampi pagi, habis itu pemain hanya mengejar hadiah boneka dan HP China dalam permainan tersebut.
"Disini jika terdapat anak-anak tidak mungkin ada yang bermain, sudahlah ruangannya full asap rokok, dan terus beban mental anak-anak dengan terdapatnya pakaian setengah jadi pemain wanita dewasa," terangnya.
"Bagi pengusaha yang tidak datang sampai tiga kali, kita akan layangkan surat melalui pihak yang berwajib (Polresta Barelang) minta dijemput paksa pengusahanya. DPM PTSP dilapangan tolong check lagi, dan bagi tidak bayar pajak di tutup saja dan saya akan menyurati Walikota terkait hal ini," tutupnya diakhir rapat.
Andi Pratama