Tempat Pembuangan Akhir Sampah Batam |
BATAM I KEJORANEWS.COM : Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam menanggapi permasalahan impor limbah plastik dari luar negeri. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.31 Tahun 2016 perusahaan plastik menjalankan aktifitas di kota Batam. Selasa, (25/06/2019)
Anggota Komisi I DPRD Kota Batam, Lik Khai menyampaikan sebelumnya, pernah berkunjung ke salah satu pabrik/perusahaan plastik Batam, di situ melihat pengolahannya ada yang dibakar mengggunakan kayu, air berserakan, dan sangat kotor.
Bahan baku berupa plastik atau sampah plastik dari negara China, Tiongkok. ini bukan rahasia lagi, "Dulu negara Malaysia, Philipina, Thailand bisa masuk sekarang menolak, begitu juga sebuah negara kecil Kamboja. Kita menerimanya sekarang, apa kota Batam mau dijadikan kota sampah," terangnya.
Ia melanjutkan, lima tahun yang lalu sampah plastik tersebut, jika dapat keluar dari negara asalnya diupah sekitar 30 sampai 50 US Dollar dan sekarang itu 100 US Dollar per-satu ton. Begitu sampai di Batam, diharga Rp 3 sampai 6 juta, itu 5 tahun yang lalu. Kalau sekarang sekitar Rp 30 juta per-Kontainer.
"Mereka ini tergabung dalam asosiasi pengusaha China, dan juga pernah menawarkan ke saya hingga 500 juta. Hati nurani saya tidak mau, bukan masalah duit. jika limbah itu di timbun dalam tanah, dan kalau ada yang dibuang ke laut. Berdampak serius pada anak, cucu, generasi penerus kedepan," jelasnya (24/6) diruang rapat Komisi I DPRD Kota Batam, Batam Centre - Batam.
Sambung, Lik Khai mengatakan permasalahan tersebut pernah di bahas dengan Kepala Badan Pengusahaan Batam yang dulu (Lukita), dan yang diijinkan BP Batam itu biji plastik. Namun tetap ada sampah plastik yang masuk, mungkin memang bukan B3 tapi saat diolah akan menghasilkan bahan, beracun, berbahaya/B3 dengan terdapatnya air kotoran yang tergenang, sisa plastik yang tidak bisa diolah. Bukannnya diolah kembali secara baik dan benar.
Menurutnya, sangat aneh, sampah yang diolah menjadi bahan baku biji plastik, dan baru dikirim keluar, untuk apa. Yang namanya bahan baku itu, biji plastik diolah di Batam baru dibawa keluar. Giliran sampah bisa masuk puluhan kontainer, giliran bahan baku yang jelas menjadi perhatian khusus para pengusaha di Batam, mau masuk susahnya minta ampun, dengan adanya peraturan-peraturan membuat pengusaha kalang kabut.
"Kita jangan diperbudak mereka, dan Dinas terkait jangan tutup mata. Kita harus cek kembali perusahaan-perusahan tersebut," tutup Anggota DPRD Kota Batam keturunan Thionghoa yang mendapat tepuk tangan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum kegiatan impor limbah plastik di wilayah kota Batam.
Ditempat yang sama, Anggota Komisi I DPRD Kota Batam, Jurado Siburian menambahkan menurut undang-undang no.32 tahun 2009 menyatakan secara aturan ada larangan siapa pun orangnya, baik pengusaha. dilarang mengimpor limbah ataupun sampah. Dan merupakan suatu bentuk kejahatan, ada sanksinya baik administrasi atau pidana. Undang-undang no.18 tahun 2008 tentang persampahan juga demikian.
"Kalau menurut Permendag, dalam bidang usaha ini diberikan kepada usahan kecil dan menengah bukan kepada perusahaan besar, sehingga tidak ada lagi sisa limbah. Peraturan daerah kita juga melarangnya, disini kita menanyakan yang menjalankan perintah ini siapa Pemko Batam melalui DLH Batam, atau. Dan sampai dimana penyelesainnya." Tegasnya.
Anggota Komisi I DPRD Kota Batam, Lik Khai menyampaikan sebelumnya, pernah berkunjung ke salah satu pabrik/perusahaan plastik Batam, di situ melihat pengolahannya ada yang dibakar mengggunakan kayu, air berserakan, dan sangat kotor.
Bahan baku berupa plastik atau sampah plastik dari negara China, Tiongkok. ini bukan rahasia lagi, "Dulu negara Malaysia, Philipina, Thailand bisa masuk sekarang menolak, begitu juga sebuah negara kecil Kamboja. Kita menerimanya sekarang, apa kota Batam mau dijadikan kota sampah," terangnya.
Ia melanjutkan, lima tahun yang lalu sampah plastik tersebut, jika dapat keluar dari negara asalnya diupah sekitar 30 sampai 50 US Dollar dan sekarang itu 100 US Dollar per-satu ton. Begitu sampai di Batam, diharga Rp 3 sampai 6 juta, itu 5 tahun yang lalu. Kalau sekarang sekitar Rp 30 juta per-Kontainer.
"Mereka ini tergabung dalam asosiasi pengusaha China, dan juga pernah menawarkan ke saya hingga 500 juta. Hati nurani saya tidak mau, bukan masalah duit. jika limbah itu di timbun dalam tanah, dan kalau ada yang dibuang ke laut. Berdampak serius pada anak, cucu, generasi penerus kedepan," jelasnya (24/6) diruang rapat Komisi I DPRD Kota Batam, Batam Centre - Batam.
Sambung, Lik Khai mengatakan permasalahan tersebut pernah di bahas dengan Kepala Badan Pengusahaan Batam yang dulu (Lukita), dan yang diijinkan BP Batam itu biji plastik. Namun tetap ada sampah plastik yang masuk, mungkin memang bukan B3 tapi saat diolah akan menghasilkan bahan, beracun, berbahaya/B3 dengan terdapatnya air kotoran yang tergenang, sisa plastik yang tidak bisa diolah. Bukannnya diolah kembali secara baik dan benar.
Menurutnya, sangat aneh, sampah yang diolah menjadi bahan baku biji plastik, dan baru dikirim keluar, untuk apa. Yang namanya bahan baku itu, biji plastik diolah di Batam baru dibawa keluar. Giliran sampah bisa masuk puluhan kontainer, giliran bahan baku yang jelas menjadi perhatian khusus para pengusaha di Batam, mau masuk susahnya minta ampun, dengan adanya peraturan-peraturan membuat pengusaha kalang kabut.
"Kita jangan diperbudak mereka, dan Dinas terkait jangan tutup mata. Kita harus cek kembali perusahaan-perusahan tersebut," tutup Anggota DPRD Kota Batam keturunan Thionghoa yang mendapat tepuk tangan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum kegiatan impor limbah plastik di wilayah kota Batam.
Ditempat yang sama, Anggota Komisi I DPRD Kota Batam, Jurado Siburian menambahkan menurut undang-undang no.32 tahun 2009 menyatakan secara aturan ada larangan siapa pun orangnya, baik pengusaha. dilarang mengimpor limbah ataupun sampah. Dan merupakan suatu bentuk kejahatan, ada sanksinya baik administrasi atau pidana. Undang-undang no.18 tahun 2008 tentang persampahan juga demikian.
"Kalau menurut Permendag, dalam bidang usaha ini diberikan kepada usahan kecil dan menengah bukan kepada perusahaan besar, sehingga tidak ada lagi sisa limbah. Peraturan daerah kita juga melarangnya, disini kita menanyakan yang menjalankan perintah ini siapa Pemko Batam melalui DLH Batam, atau. Dan sampai dimana penyelesainnya." Tegasnya.
Andi Pratama