Bupati Natuna Hamid Rizal saat Memba bacakan Sejarah Sumpah Pemuda |
NATUNA I KEJORANEWS.COM : Memperingati Hari Sumpah Pemuda ke 89 tahun 2017, tingkat Kabupaten Natuna diselenggarakan Upacara Bendera yang dipusatkan di SMA Negeri 2 Bunguran Timur. Bertindak selaku Inspektur upacara Bupati Natuna, Abdul Hamid Rizal.
Pada kesempatan itu, Bupati dalam amanatnya menceritakan kilas balik perjuangan para pemuda Indonesia dari seluruh nusantara awal mendeklarasikan persatuan yang kini dikenal dengan Sumpah Pemuda.
"89 tahun yang lalu, tepatnya pada Tanggal 28 Oktober 1928, sebanyak 71 pemuda dari seluruh penjuru tanah air, berkumpul di sebuah gedung di jalan Kramat Jaya, Daerah Kwitang, Jakarta,"kata Bupati, Sabtu (28/20/2017) pagi.
Ikrar satu nusa satu bahasa dan satu bangsa Indonesia, menurut Bupati merupakan cikal bakal lahirnya kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945.
Sumpah pemuda di bacakan di arena kongres pemuda ke-2, dihadiri oleh pemuda lintas suku, agama dan daerah. Jika kita membaca dokumen sejarah kongres pemuda ke-2, kita akan menemukan daftar panitia dan peserta kongres yang berasal dari pulau-pulau terjauh indonesia.
Secara imaginatif sulit rasanya membayangkan mereka dapat bertemu dengan mudah. Dari belahan Barat Indonesia, terdapat nama Muhammad Yamin, seorang pemuda kelahiran Sawah Lunto Sumatera Barat yang mewakili Organisasi Pemuda Sumatera, Jong Sumatranen Bond. Dari belahan Timur Indonesia, kita menemukan pemuda bernama Johannes Leimena, kelahiran kota Ambon Maluku, mewakili Organisasi Pemuda Jong Ambon. Ada juga Katjasungkana Dari Madura, Ada Juga Cornelis Lefrand Senduk, Mewakili Organisasi Pemuda Sulawesi, Jong Celebes.
Pernahkan kita membayangkan bagaimana seorang Muhammad Yamin Dari Sawah Lunto dapat bertemu dengan Johannes Leimena Dari Ambon? Pernahkan kita membayangkan bagaimana seorang Katjasungkana Dari Madura Dapat Bertemu Dengan Lefrand Senduk Dari Sulawesi? Bukan hanya bertemu, tapi mereka juga berdiskusi, bertukar fikiran, mematangkan gagasan hingga akhirnya bersepakat mengikatkan diri dalam komitmen ke-Indonesiaan.
Padahal jarak antara sawah lunto dengan kota ambon lebih dari 4000 km. Hampir sama dengan jarak antara kota jakarta ke kota sanghai di china. Sarana transportasi umum saat itu, masih mengandalkan laut.
Dibutuhkan waktu berminggu-minggu untuk bisa sampai ke kota mereka. Alat komunikasipun masih terbatas, mengandalkan korespondensi melalui kantor pos. Hari ini surat dikirim, satu dua bulan kemudian, barulah sampai dialamat tujuan.
Belum lagi kalau berbicara tentang perbedaan agama dan bahasa. Muhammad Yamin Beragama Islam Berbahasa Melayu, Johannes Leimena Beragama Protestan Berbahasa Ambon. Begitupun dengan Katjasungkana, Lefrand Senduk, Dan 71 Pemuda Peserta Kongres Lainnya. Mereka memiliki latar belakang agama, suku, bahasa dan adat istiadat yang berbeda-beda.
Namun fakta sejarah menunjukan bahwa sekat dan batasan-batasan tersebut tidak menjadi halangan bagi para pemuda Indonesia untuk bersatu demi cita-cita besar indonesia.
"Inilah yang kita sebut dengan Kita patut bersyukur atas sumbangsih para Pemuda Indonesia yang sudah melahirkan Sumpah Pemuda," tambah Hamid Rizal.
Perjuangan para pemuda Indonesia pada masa itu, kata Bupati, Sudah seharusnya menjadi teladan , langkah-langkah dan keberanian mereka hingga mampu menorehkan sejarah emas untuk bangsanya.
Dibandingkan dengan era sekarang. Hari ini, sarana transportasi umum sangat mudah. Untuk menjangkau ujung timur dan barat Indonesia hanya dibutuhkan waktu beberapa jam saja. Untuk dapat berkomunikasi dengan pemuda di pelosok-pelosok negeri ini, cukup dengan menggunakan alat komunikasi, tidak perlu menunggu datangnya tukang pos hingga berbulan-bulan lamanya.
Interaksi sosial dapat dilakukan 24 jam, kapanpun dan dimanapun. Namun anehnya justru dengan berbagai macam kemudahan yang kita miliki hari ini, kita justru lebih sering berselisih paham, mudah sekali memvonis orang, mudah sekali berpecah belah, saling mengutuk satu dengan yang lain, menebar fitnah dan kebencian. Seolah-olah kita ini dipisahkan oleh jarak yang tak terjangkau, atau berada diruang isolasi yang tidak terjamah, atau terhalang oleh tembok raksasa yang tinggi dan tebal hingga tidak dapat ditembus oleh siapapun.
Padahal, dengan kemudahan teknologi dan sarana transportasi yang kita miliki hari ini, seharusnya lebih mudah buat kita untuk berkumpul, bersilaturahim dan berinteraksi sosial. Sebetulnya, tidak ada ruang untuk salah paham apalagi membenci karena semua hal dapat kita konfirmasi dan kita klarifikasi hanya dalam hitungan detik.
Dalam sebuah kesempatan, Presiden Republik Indonesia yang pertama, Bung Karno pernah menyampaikan “Jangan Mewarisi Abu Sumpah Pemuda, Tapi Warisilah Api Sumpah Pemuda. Kalau Sekedar Mewarisi Abu, Saudara-Saudara Akan Puas Dengan Indonesia Yang Sekarang Sudah Satu Bahasa, Satu Bangsa, Dan Satu Tanah Air. Tapi Ini Bukan Tujuan Akhir. Pesan yang disampaikan oleh Bung Karno ini sangat mendalam khususnya bagi Generasi Muda Indonesia. Api sumpah pemuda harus kita ambil dan terus kita nyalakan. Kita harus berani melawan segala bentuk upaya yang ingin memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
"Kita juga harus berani melawan ego kesukuan, keagamaan dan kedaerahan kita. Ego ini yang kadang kala mengemuka dan menggerus persaudaraan kita sesama anak bangsa. Kita harus berani mengatakan bahwa persatuan indonesia adalah segala-galanya, jauh diatas persatuan keagamaan, kesukuan, kedaerahan, apalagi golongan," ungkapnya.
"Mari kita kukuhkan persatuan dan kesatuan Indonesia. Stop segala bentuk perdebatan yang mengarah pada perpecahan bangsa. Kita seharusnya malu dengan para pemuda 1928 dan juga Bung Karno, karena masih harus berkutat di soal-soal ini," katanya lagi.
Masih kata Hamid, sudah saatnya kita melangkah ketujuan lain yang lebih besar, yaitu mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakat Indonesia. Kita patut bersyukur dan berterimakasih kepada bapak Presiden Republik Indonesia, Bapak Ir. Joko Widodo yang selama ini memberikan perhatian yang sangat besar terhadap pembangunan kepemudaan Indonesia.
Bulan Juli 2017 yang lalu, Presiden telah menandatangani peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2017 tentang koordinasi strategis lintas sektor penyelenggaraan pelayanan kepemudaan.
Melalui perpres ini, peta jalan kebangkitan Pemuda Indonesia terus kita gelorakan. Bersama pemerintah daerah, organisasi kepemudaan dan sektor swasta, kita bergandengan tangan, bergotong royong melanjutkan api semangat Sumpah Pemuda 1928. Saatnya kita berani bersatu untuk kemajuan dan kejayaan Indonesia.
Hadir dalam kesempatan tersebut, beberapa pimpinan OPD, pimpinan FKPD seperti Dandim 0318 Natuna, Letkol Inf. Ucu Yustiana, tokoh masyarakat, para peserta upacara yang terdiri dari siswa siswi SLTA se Kecamatan Bunguran Timur dan organisasi kepemudaan.
Adw