BATAM I KEJORANEWS.COM : Sidang pidana permasalahan bauksit antara Yon Fredy alias Anton Direktur PT. Lobindo Nusa Persada versus Acok Komisaris Utama PT. Gandasari Resources memasuki agenda mendengarkan keterangan saksi ade charge (meringankan) untuk terdakwa Anton. Senin (28/11/16).
Pada sidang ini Penasehat Hukum (PH) Anton menghadirkan 2 orang saksi, yakni Wiharto selaku Komisaris PT. Lobindo Nusa Persada dan Irwandi Zaini mantan pekerja lapangan PT. Wahana (perusahaan group PT. Gandasari).
Wiharto dalam sidang ini mengatakan, pada tanggal 16 Mei 2011 terdakwa Yon Fredy alias Anton Direktur PT. Lobindo Nusa Persada dan dirinya selaku komisaris memberikan kuasa kepada PT. Gandasari Resources untuk penambangan bauksit di Bukit II Kampung Batu Duyung RT 03/RW 03 Kelurahan Sei Enam Darat Kecamatan Bintan Timur, Kabupaten Bintan. Namun karena PT. Gandasari Resources tidak menjalankan kesepakatan dalam kontrak kerjasama maka PT. Lobindo Nusa Persada mencabut kuasa tersebut.
" Dalam kerjasama itu PT. Gandasari Resources yang menambang bauksit seharusnya membayar fee 1,5 US Dolar permetrik ton kepada kami, namun mereka hanya membayarkan hanya separuhnya. Dari 15 cek yang diberikan kepada kami hanya 5 cek yang cair. Selain itu PT. Gandasari Resources tidak melakukan penghijauan dan juga membayar pajak, sehingga Pemerintah Bintan menghentikan sementara izin penambangan bauksit tersebut. Hal itulah yang akhirnya kuasa yang kami berikan, kami cabut pada tanggal 3 Juni 2013," ujar Wiharto.
Wiharto juga menjelaskan, bahwa lahan yang ditambang di Bukit II Kampung Batu Duyung seluas 301 hektar adalah milik berdua yakni PT. Lobindo Nusa Persada seluas 150 hektar lebihdan PT. Gandasari Resources 150 hektar lebih Namun selanjutnya lahan milik PT. Gandasari Resources 150 hektar lebih dibeli oleh perusahaannya dalam surat perjanjian kedua yang belum sempat ditandatangani.
" Uang pembayaran lahan itu, kami bayarkan awal Rp 5 milyar, selanjutnya Rp 3 milyar dan terakhir 2 milyar. Semua kwitansi pembayaran ada buktinya. sesuai kesepakatan perjanjian kedua lahan itu dijual Rp 50 milyar, namun Rp 10 milyar sudah kami bayar mereka tidak mengizinkan kami untuk menambang, alasannya mereka mau menambang sendiri," jelas saksi.
Wiharto menerangkan setelah pihaknya mencabut kuasa PT. Gandasari Resources, selanjutnya perusahaannya pada tanggal 28 Agustus 2013 terdakwa meminta bantuan saksi Farada Hakim Harahap untuk melakukan pengambilan batu bauksit dibekas dudukan tromol PT. Gandasari Resources dan terdakwa memberikan imbalan kepada saksi Farada Hakim Harahap sebesar US$ 8 (delapan dollar Amerika) per Metrik Ton dengan dipotong air sebesar 10 % (sepuluh persen). Hal itu dilakukan karena perusahaannya telah membayar Rp 5 milyar didepan untuk membeli lahan tersebut.
" Di sisa penambangan PT. Gandasari Resources, yang kami tambang itu hanya sisa batu kotor berlumpur, bukan batu bersih," tambahnya.
Tambah saksi, atas penambangan yang dilakukan oleh perusahaannya, pihak PT. Gandasari Resources menggugat secara perdata, namun akhirnya perusahaannya yang menang di Mahkamah Agung (MA), karena Hakim Majelis MA menolak gugatan PT. Gandasari Resources.
Saat ditanya Jacobus Silaban S.H., dan Herman S.H., apakah lahan bukit penambangan itu memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), saksi Wiharto menjawab sertifikat HGB masih atas nama PT. Lobindo Nusa Persada. karena menurut saksi ini, awal tender lelang lahan bukit bauksit itu dimenangkan oleh PT. Lobindo Nusa Persada dan PT. Dwi Karya.
Sementara saksi kedua, Irwandi Zaini mantan karyawan PT. Wahana mengatakan, ia bekerja di PT. Wahana yang merupakan grup dari PT. Gandasari Resources dari 2009 sampai dengan 2014 awal, dan menurutnya penambangan bauksit di lokasi Bukit II Kampung Batu Duyung ia sebagai pekerja lapangan, dan ia masih ingat apa saja yang ada di lokasi itu.
" Kami menambang di situ memakai perusahaan PT. Wahana, bukan PT. Gandasari, dan setelah kami tinggalkan setahu saya tidak ada batu bersih, yang ada batu kotor sisa dari penambangan kami," ujar Irwandi dengan yakin.
Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Zulfadly S.H., M.H., dengan didampingi Hakim Anggota Acep Sopian. S. S.H., M.H., dan Afrizal S.H., M.H., serta Jaksa penuntut Umum (JPU) sekaligus Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Ricky Setiawan Anas S.H.,M.H., ini, akan kembali digelar pada 7 Desember mendatang, masih dengan agenda mendengarkan saksi meringankan.
Rdk
Posting Komentar