BATAM I KEJORANEWS.COM : Setelah beberapa waktu lalu di beritakan di media ini ( lihat link http://www.kejoranews.com/2016/05/koperasi-ob-mulai-garap-pasar-bida-ayu.html ), proyek pembangunan Pasar Bida Ayu sekarang mulai menuai protes dari berbagai kalangan. Salah satunya berasal dari Nelly yang mengaku sebagai pemilik lahan pasar tersebut.
Menurut Nelly dirinya merasa heran kenapa urusan dengan nya belum selesai pasar sudah mulai di garap. Nelly di ketahui memiliki sebagian besar lahan di Tanjung Piayu dan Batam secara keseluruhan karena memiliki dokumen surat tanah ulayat dn erpact tahun 1951 no 171 perponding 06 yang di keluarkan BPN Kanwil Tanjung Pinang.
Nelly ketika di konfirmasi mengatakan bahwa dirinya sedang di jadwalkan untuk ketemu dengan direktur lahan OB Imam Bahroni. “ Saya sedang di jadwalkan untuk bertemu dengan beliau untuk bicarakan masalah ini. “ demikian Nelly menuturkan kepada Kru KJN via telpon seluler.
Protes lain juga muncul dari Nur Affandi, mantan Ketua LPM Kelurahan Mangsang. Nur merasa kaget dengan adanya daftar 107 penggarap lahan di lokasi Pasar Bida Ayu yang sekarang di garap. “ Kami juga pernah mengajukan pembangunan pasar ini. Saat itu justru pihak dari Kementrian dan DInas Koperasi juga datang meninjau. Penggarap lahan ini datang minta izin sama saya dan saya tahu persis jumlahnya tidak sebanyak 107. Paling banter 30 orang. Di tambah kios kaki lima 50 taksiran saya paling banyak. Kok bisa ada 107 itu data dari mana ? “ demikian Nur mengatakan kepada Kejoranews.com.
Nada miring lain juga muncul dari Dahlan yang mewakili FPI. Menurut Dahlan, project Pasar Bida Ayu sangat tidak transparan. “ Kenapa bisa ada peralihan dari Koperasi ke pihak ke tiga ? kemudian kenapa ada jual beli ? kalau memang koperasi yang mengelola dan di sewakan wajar, tidak kita pertanyakan. Tapi menurut informasi ada jual beli dengan harga yang fantastis dan sewa lapak yang lumayan. Bagaimana masyarakat mampu membayar ? Anehnya harusnya Koperasi OB menggandeng pihak ke tiga kan berarti pihak yang memiliki dana. Kenapa sekarang masyarakat di suruh membayar di muka kemudian dengan system undian ? Apa gunanya pihak ke tiga kalau begini ? “ demikian Dahlan menyampaikan pandangannya terhadap project Pasar Bida Ayu.
Ketika di konfirmasi kepada ketua Koperasi OB Bambang Wintolo, melewati juru bicaranya Bambang mengatakan bahwa project pasar Bida Ayu justru sudah di upayakan setransparan mungkin. “ kami melibatkan masyarakat dan pemerintahan untuk melakukan pendataan karena tentu mereka yang lebih tahu kondisi di sana. Kita menggandeng pihak ke tiga karena memang Koperasi OB tidak memiliki dana. “ demikian Jubir Bambang mengatakan langsung kepada kru kejoranews.com.
Di singgung mengenai kebijakan ketua BP Kawasan Hartanto yang menyatakan tidak akan mengeluarkan izin apapun sampai proses audit selesai, Bambang melewati jubirnya mengatakan bahwa segala proses perizinan sudah lengkap dan tidak ada masalah sama sekali.
Dari lapangan, informasi yang di himpun dalam proses pengerjaan pasar Bida Ayu terdapat dua kelompok yang terlibat. Kelompok pertama adalah kelompok 107 yang dimotori pemerintahan dan masyarakat. Masyarakat dalam hal ini di sebut sebut adalah nama Djayusman cs. Kemudian kelompok Pasar Bida Ayu sendiri yang di motori oleh Gading Barus, ketua Koperasi Pasar Bida Ayu.Anggota nya adalah seluruh pedagang lama di pasar Bida Ayu yang berjumlah seratusan orang.
Kelompok 107 adalah kelompok penggarap lahan dan pedagang kaki lima yang berada di lokasi pembangunan sekarang ini dulunya. Mereka di ganti rugi pada bulan Mei 2016 kemarin, tetapi justru mendapatkan prioritas untuk mendapatkan kembali kios/lapak di Pasar Baru Bida Ayu. Sementara Kelompok Gading Barus yang memang justru orang pasar dan terbiasa di pasar menurut informasi terkesan di anak tirikan. “ ada 20 pedagang yang justru tidak mendapatkan tempat di pasar baru ini.” Demikian tutur Zul, salah seorang pedagang di Pasar Bida Ayu.
“Pasar, jika memang di kelola pemerintah ataupun koperasi pemerintah tujuannya jelas untuk mensejahterakan anggota dan juga masyarakat. Yang namanya pasar juga harusnya di isi dengan pedagang, bukan penggarap lahan. Ketika yang di prioritaskan justru bukan pedagang, maka wajar kita bertanya ada apa di balik semua ini ? “ demikian penutup dari Nur Affandi.
( Arifin )
Posting Komentar