BATAM I KEJORANEWS.COM : Mega Hartatik, ibu kandung dari AB ( 9 tahun), yang hidup dalam garis kemiskinan di Kota Lampung. Pada tahun 2014, Mega dihadapkan pada situasi yang sangat sulit, sedang mengandung anak ketiga, dan anak pertamanya, AB, butuh biaya untuk melanjutkan sekolah, yang pada saat itu duduk di bangku sekolah kelas 3 SD. Mega tidak ingin AB putus sekolah karena kemiskinannya. AB di mata Mega begitu cerdas, masih berusia 7 tahun waktu itu, AB sudah duduk di bangku kelas 3 SD. Begitu sayang bagi Mega, jika AB sampai putus sekolah karena kemiskinannya. Mega mulai putus asa.
Tetapi tak disangka, mertua Mega yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Kota Batam memberitahu kepada Mega, kalau di Kota Batam ada seorang ibu yang bernama ibu Yanti menyatakan kesediaannya untuk menyekolah AB dan merawat AB dengan baik. Kabar baik tersebut-pun memberikan secercah harapan bagi Mega, AB tidak akan putus sekolah, AB suatu saat nanti akan menjadi orang besar dan menjadi kebanggaan bagi keluarga dan bangsa ini
Tetapi tak disangka, mertua Mega yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Kota Batam memberitahu kepada Mega, kalau di Kota Batam ada seorang ibu yang bernama ibu Yanti menyatakan kesediaannya untuk menyekolah AB dan merawat AB dengan baik. Kabar baik tersebut-pun memberikan secercah harapan bagi Mega, AB tidak akan putus sekolah, AB suatu saat nanti akan menjadi orang besar dan menjadi kebanggaan bagi keluarga dan bangsa ini
Karena ibu Yanti adalah orang dikenalkan oleh ibu mertuanya, tanpa berpikir panjang, Mega yang tidak mengerti hukum, tidak berpikir bagaimana caranya untuk memberikan anak untuk diasuh orang lain supaya tidak cacat hukum. Jangankan untuk memikirkan hukum, untuk memikirkan rejeki darimana untuk membiayai kehidupan sehari-hari, Mega sudah cukup terbebani.
Pada saat dihubungi oleh ibu Yanti, Mega diminta oleh ibu Yanti untuk mengantarkan AB ke Jakarta, karena ibu Yanti sedang ada suatu kegiatan di Jakarta, namun Mega menjawab kalau Mega tidak memiliki cukup uang untuk membiayai ongkos berangkat ke Jakarta dan pulang ke Lampung. Mendengar hal tersebut, ibu Yanti menjanjikan kepada Mega, kalau ongkos-ongkos yang akan dikeluarkan Mega akan diganti oleh ibu Yanti. Mendengar janji tersebut, akhirnya Mega bersama suaminya mengantar AB ke Jakarta dan bertemu dengan ibu Yanti. Kemudian ibu Yanti-pun menetapi janjinya, ongkos Mega dan suaminya ditanggung oleh ibu Yanti. Ibu Yanti memberikan uang sebagai ganti ongkos Mega dan suaminya sebesar Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah). Mega dan suaminya-pun menitipkan AB kepada ibu Yanti untuk disekolahkan dan dirawat dengan baik. Asa Mega supaya AB tidak putus sekolah terkabul, seorang ibu yang bernama ibu Yanti akan menyekolahkan putri kesayangannya tersebut di Kota Batam. Waktu berlalu, Mega diberitahu oleh ibu Yanti, kalau AB sudah bersekolah di Kota Batam, hati Mega-pun sumingrah.
Namun alangkah terkejutnya Mega, pada sekitar akhir bulan Juli 2016, Mega dihubungi oleh ibu Yanti. Mega diberitahu oleh ibu Yanti, kalau AB diambil oleh Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) KEPRI dari tempat AB di sekolahkan ibu Yanti. Ibu Yanti menceritakan, kalau ibu Yanti dituduh melakukan kekerasan terhadap AB.
Mendengar kabar tersebut, karena kasih sayangnya terhadap AB, Mega-pun datang ke Kota Batam. Sesampainya di Kota Batam, Mega mencoba menghubungi pihak KPPAD KEPRI, yang menurut pengakuannya bernama bapak Eri, namun siapa sangka, Mega tidak langsung bisa bertemu dengan putri kesayangnya tersebut.
Setelah beberapa hari di Kota Batam, tepatnya tanggal 02 Agustus 2016, akhirnya Mega-pun dapat bertemu dengan AB, itupun di Kantor Polisi Sektor Batu Aji, pada saat AB akan dimintai keterangannya oleh Polisi.
Mega, karena kasih sayangnya kepada putrinya itu meminta kepada KPPAD KEPRI, yang waktu itu, AB didampingi oleh bapak Eri, supaya AB bisa dibawa pulang oleh Mega. Mega bertekad akan menyekolahkan AB sendiri di kampung halamannya. Peristiwa ini, akan dijadikan Mega sebagai pelajaran berharga baginya. Namun apa daya, bapak Eri tidak mengijinkannya. Karena tidak ingin AB melihat Mega bersedih hati, Mega-pun merelakan AB untuk dipisahkan lagi oleh bapak Eri pada waktu itu.
Keesokan harinya, 1 atau 2 hari kemudian, bapak Eri memberitahu Mega, kalau AB sudah dititipkan di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Bunga Rampai di daerah Nongsa. Mega-pun bergegas ke RPSA, bertemu dengan putri kesayangannya, dan kembali Mega meminta supaya diijinkan membawa Mega pulang, namun tetap tidak diijinkan oleh KPPAD KEPRI.
Mega-pun dengan berat hati, hendak melangkah meninggalkan RPSA, namun AB, putri kesayangannya itu, menangis seraya meminta supaya ibunya tidak pergi meninggalkannya. Mega-pun berisak air mata mendengar hal tersebut. Melihat peristiwa itu, pengurus RPSA-pun tergerak hatinya oleh belas kasihan, lalu mengijinkan Mega untuk tinggal di RPSA bersama AB, semata-mata hanya untuk kepentingan terbaik bagi AB.
Dan sampai sekarang Mega masih tinggal di RPSA menjaga anaknya sekaligus berusaha meyakinkan anak kesayangannya itu, kalau mereka akan segera pulang. AB selalu menangis kepada ibunya, mengeluh, ingin segera pulang bersama Mega. AB ingin segera dapat bersekolah lagi.
Atas hal ini, kami-pun selaku Penasihat Hukum, bersama dengan Mega menemui Para Komisioner KPPAD KEPRI, namun apa daya, KPPAD KEPRI selalu berkeras hati, kalau AB harus tetap berada di RPSA sampai proses hukum yang menjadikan AB sebagai korban selesai.
Sungguh terkejutnya kami, beberapa hari setelah pertemuan di KPPAD KEPRI, kami mengetahui bahwa ternyata KPPAD KEPRI juga ternyata melaporkan Mega ke Kepolisian Resor Kota Barelang dengan tuduhan melakukan penelantaran dan penjualan anaknya sendiri.
Sungguh sedih hati Mega mendengar kenyataan tersebut. Seakan sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Maksud hati ingin memberi masa depan yang baik buat buah hatinya, malah dituduh menjual dan menelantarkan anaknya.
Kami Penasihat Hukum Mega tentunya sangat kecewa dan sangat menyayangkan sikap dan cara KPPAD KEPRI menangani permasalahan anak klien kami tersebut. Kami menduga KPPAD KEPRI seakan tidak peduli dengan kepentingan terbaik bagi AB yang harus segera dipenuhi, yaitu hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk segera berkumpul dengan keluarganya, khususnya ibu kandungnya di lingkungan keluarganya dan hak-hak anak lainnya. Padahal menurut PERDA KEPRI No. 7 tahun 2010 (PERDA 7/2010) dan PERGUB KEPRI No. 39 Tahun 2011 (PERGUB 39/2011), dasar pemikiran pembentukan KPPAD KEPRI dalam salah satu konsiderannya adalah untuk menjamin terlaksananya upaya pemenuhan dan perlindungan hak-hak anak di Provinsi Kepulauan Riau. Dan dipertegas lagi melalui Pasal 39 PERDA 7/2010 dan Pasal 3 PERGUB 39/2011, bahwa tugas KPPAD KEPRI adalah untuk melakukan sosialisasi seluruh ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak dan memberikan laporan, saran dan masukan kepada Gubernur dalam rangka perlindungan anak.
PERDA 7/2010 dan PERGUB 39/2011 sebagai dasar pembentukan dan acuan kerja KPPAD KEPRI, tidak memberikan kewenangan kepada KPPAD KEPRI untuk mencari-cari kesalahan seseorang dan membuat pengaduan atau laporan kepada pihak berwajib, apalagi untuk tujuan memisahkan anak dari ibu kandungnya, mengekang anak dalam suatu tempat yang asing baginya. Namun KPPAD KEPRI diberikan tugas oleh PERDA dan PERGUB untuk memberikan laporan, saran dan masukan kepada Gubernur dalam rangka perlindungan anak.
Kami menduga bahwa KPPAD KEPRI telah melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan hukum dalam penanganan anak klien kami, AB, yaitu mulai dari yang pertama, memperlakukan AB secara diskriminatif, karena dalam perkara-perkara lain, penanganannya tidak seperti penanganan terhadap AB ini, yang kedua, menempatkan AB dalam situasi yang salah, dimana AB seharusnya sekarang sudah dapat bersekolah dan berkumpul kembali dengan ibu kandungnya di lingkungan keluarganya, dan tidak dibebani permasalahan ini, namun KPPAD KEPRI sepertinya abai akan hal tersebut, yang ketiga, telah merampas kemerdekaan AB, sehingga AB saat ini tidak diijinkan meninggalkan RPSA oleh KPPAD KEPRI, dan yang keempat, kami menduga Para Komisioner KPPAD KEPRI telah melakukan tindakan yang melampaui wewenangnya atau dengan kata lain, telah menyalahgunakan kewenangannya, yang menyebabkan AB saat ini tertahan di RPSA.
Atas adanya dugaan-dugaan perbuatan yang bertentangan dengan hukum tersebut, kamipun akan mengadukan Para Komisioner KPPAD KEPRI tersebut kepada bapak GUBERNUR KEPRI dan Ketua DPRD KEPRI serta Komisi IV DPRD KEPRI. Kami berharap Para Komisioner KPPAD KEPRI sekarang ini dapat diberikan tindakan yang tegas oleh GUBERNUR KEPRI dan DPRD KEPRI demi kebaikan penanganan anak-anak daerah KEPRI ke depannya. Selain itu, kami juga sedang mempertimbangkan untuk membuat pengaduan ke pihak Kepolisian atas dugaan-dugaan perbuatan yang melawan hukum tersebut.
Untuk memastikan kebenaran informasi yang kami sampaikan ini, apakah AB benar seperti yang disampaikan oleh kami, ingin segera kembali bersama ibu kandungnya atau seperti yang disampaikan oleh KPPAD KEPRI, mengalami trauma berat, kami berharap pemerhati-pemerhati anak, baik instansi Negara maupun swasta dapat terlibat menyelesaikan permasalahan ini demi kebaikan terbaik bagi AB, anak bangsa ini.
LBH Mawar Saron
Posting Komentar