TANJUNGBALAI, SUMATERA UTARA I KEJORANEWS.COM : Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Tengku Erry Nuradi mengimbau masyarakat Tanjungbalai berpikir rasional dan tidak emosional menghadapi konflik. Semua pihak diharapkan tidak mudah terprovokasi dengan isu yang dapat merusak harmonisasi dan kerukunan umat beragama.
"Selayaknya tidak terjadi aksi pelarangan adzan di masjid. Begitu juga aksi perusakan rumah ibadah. Hal yang sederhana jangan sampai memicu benturan di tengah masyarakat, pesan Erry dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD) Sumut dengan jajaran Pemkot Tanjung Balai di pendapa rumah dinas Wali Kota Tanjung Balai, Jalan Sudirman, Kota Tanjung Balai, Minggu (31/7/16).
Dia juga mengimbau etnis Thionghoa untuk berbaur dan tidak mengedepankan eksklusivisme. "Ini juga perlu mendapat perhatian saudara kita dari etnis Thionghoa. Eksklusivisme dapat menimbulkan kecemburuan sosial ditengah masyarakat. Untuk itu, perlu pembauran dalam sosial kemasyarakatan," sebut Erry.
Dalam kesempatan itu, Erry menegaskan, Sumut merupakan provinsi yang kaya akan suku, adat istiadat dan agama. Terdapat 3 etnis utama di Sumut yakni etnis lokal, nusantara dan mancanegara.
Erry memaparkan terdapat 8 etnis lokal di Sumut, enam di antaranya puak Batak yaitu Simalungun, Toba, Pakpak, Karo, Angkola, Mandailing ditambah etnis Melayu dan Nias. Terdapat pula etnis nusantara yang mendiami wilayah ini, di antaranya etnis Jawa, Minang, Aceh, Sunda, Bugis, Banjar dan lain sebagainya. Sementara etnis mancanegara di antaranya Arab, Tionghoa, India dan lainnya.
"Bahkan populasi etnis Jawa mencapai 35 persen di Sumut. Tetapi selama ini kita dapat hidup berdampingan secara harmonis. Kita dalam bingkai Bhinnneka Tunggal Ika. Walau berbeda tetapi tetap satu," paparnya.
Dia juga meminta agar Pemerintah Kota (Pemkot) Tanjung Balai memperkuat koordinasi lintas agama untuk mengantisipasi terjadinya pertikaian antaragama (intoleransi) maupun benturan yang diakibatkan konflik SARA.
Hal ini perlu dilakukan agar konflik kecil di tengah masyarakat tidak menjadi besar, Pemkot Tanjung Balai juga diminta mengaktifkan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) sebagai wadah koordinasi seluruh pemuka dan tokoh agama.
"FKUB merupakan garda terdepan dalam mengantisipasi konflik horizontal. Jika ada masalah, tokoh agama, tokoh masyarakat yang tergabung dalam FKUB dapat langsung mengambil langkah strategis untuk mengantisipasi dan meredam agar tidak pecah menjadi amuk massa," ujar Erry.
Sementara itu, Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial mengatakan, seluruh unsur masyarakat Tanjung Balai telah berkomitmen proaktif menjaga stabilitas keamanan, ketertiban dan kerukunan umat beragama di wilayah itu usai kerusuhan dan perusakan rumah ibadah klenteng serta vihara.
"Ada 10 unsur yang ikut menandatangani pernyataan sikap dan komitmen. Baik dari tokoh lintas agama, tokoh agama dan tokoh masyarakat. Ini langkah yang kita harapkan dapat meredam kerusuhan lanjutan," sebut Syahrial.
Dia juga menyatakan, seluruh pihak telah sepakat menahan diri demi terciptanya ketertiban di Tanjung Balai. "Kita berharap, kejadian serupa tidak terjadi lagi. Masyarakat Tanjung Balai sangat bijak. Kerusuhan kemarin akibat emosi sesaat," sebut Syahrial.
Polisi mengamankan sembilan orang terkait kerusuhan yang terjadi di Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, Jumat (29/7/2016) malam.
"Ada sembilan orang yang diamankan. Tujuh orang diduga melakukan penjarahan, dua orang terekam CCTV saat melakukan kekerasan pada saat peristiwa terjadi," kata Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian dalam jumpa pers di Bandara Halim Perdanakusuma, Minggu (31/7/2016).
Kerusuhan tersebut mengakibatkan perusakan hingga pembakaran sejumlah rumah ibadah umat Buddha. Tercatat ada 9 rumah ibadah umat dirusak, diantara satu wihara dan 4 klenteng hangus terbakar.
Sumber : merdeka.com, kompas.com, tribunnews.com
Posting Komentar