BATAM I KEJORANEWS.COM : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam berencana mengajukan hak angket dan hak interpelasi terkait dengan kebijakan Pemnerintah Kota (Pemko) soal reklamasi pantai. Ada beberapa fraksi seperti Hanura, PAN, Nasdem, PPP dan Gerindra sudah mendukung. Dengan demikian, besar kemungkinan hak angket akan terlaksana.
Penggunaan hak angket yang saat ini hanya tinggal mendapat persetujuan atau tanda tangan Ketua DPRD itu memang belum menjadi sebuah kelaziman. Hak angket masih dianggap terlampau menyeramkan. Bahkan boleh dikatakan sebagai manuver politik yang membahayakan. Padahal tidak, karena belum ada alasan untuk terlalu dikhawatirkan.
Apa yang ditakutkan, pemerintah yang memiliki legalitas kuat karena dipilih langsung serta tak bisa lagi dengan mudah di-impeach oleh dewan. Padahal, bisa saja hak angket dan hak interpelasi itu lebih pada permintaan penjelasan dan pertanggungjawaban sesaat. Toh, tidak dengan mudah lalu menganulir sebuah kebijakan.
Memang terkait masalah ini, banyak partai politik yang mungkin mulai mencari isu-isu penting untuk dijadikan komoditas politik dalam rangka menarik simpati masyarakat. Boleh jadi semula hanya PAN dan Hanura yang berani bersikap oposan secara lebih terbuka. Bahkan terang-terangan mengecam kebijakan reklamasi yang memberikan dampak luar biasa terhadap lingkungan dan masyarakat.
Namun sekarang, melihat persoalan reklamasi saat ini sudah tak jelas, walaupun Tim 9 sudah bekerja, namun tak kunjung selesai sehingga membingungkan masyarakat, maka lebih banyak partai yang berani bersuara kritis.
Antara lain sikap itu diimplementasikan dalam rencana penggunaan hak angket. Sesuatu yang wajar dalam mekanisme politik di DPRD. Seperti diungkap oleh beberapa anggota DPRD, hak angket jangan terlalu didramatisasi. Koreksi atas suatu kebijakan itu wajar dan terjadi di mana-mana. Tak perlu ada yang merasa menang atau kalah, kalaupun sampai pemerintah harus mengganti kebijakan. Lain lagi kalau tendensinya murni politik.
Memang tidak ada langkah di DPRD yang tidak bertendensi politik. Hanya perlu dilihat dan dicermati apakah ini termasuk soft ataukah sudah benar-benar manuver politik yang keras dengan tujuan menggulingkan kekuasaan.
Tampaknya masih terlampau jauh dikatakan seperti itu, di samping mekanisme yang sekarang sudah berbeda. Walikota dan Wakil Walikota dipilih langsung oleh rakyat. Yang terjadi sebenarnya, pemerintah sangat protektif dan sensitif menghadapi setiap kritik dan kecaman terhadap kebijakannya. Hal itu pun wajar mengingat sejak awal pemerintahan ini tidak pernah sepi dari kritik terutama juga keluhan masyarakat yang beban hidupnya bertambah berat. Mulai dari penggusuran Pedagang Kaki Lima (PK5) hingga demo sopir angkutan kota (angkot) menolak pembukaan rute baru bus Trans Batam.
Hak angket di DPRD tidak akan sampai mengancam pemerintah. Namun secara psikologis, apa pun yang terjadi berkaitan dengan serangan kebijakan itu sangatlah dirasakan. Apalagi konsepsi dan semangat dasarnya ingin membela kepentingan masyarakat.
Dari konteks tersebut, pemerintah bisa merasa tersudut dan dianggap bersalah. Padahal, belum tentu demikian karena reklamasi juga dilakukan demi pembangunan. Jadi, kalau merasa benar mengapa takut dengan hak angket. Jelaskan saja secara gamblang di DPRD dan masyarakat pun akan memahami. Beradu argumentasi secara sehat di parlamen sudah harus mulai dibiasakan.
Sumber: haluankepri.com
Posting Komentar