BATAM I KEJORANEWS.COM : Keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klas 1A Batam terhadap Koh Hock Liang dan Tan Mey Yen atas dugaan penggelapan di PT. EMR Indonesia masih menimbulkan sejumlah pertanyaan dari awak media online dan harian nasional terbitan Jakarta. Pasalnya selain dinilai putusan hakim yang mengesampingkan fakta-fakta persidangan, ada isu yang berkembang bahwa keputusan Majelis Hakim itu, diduga diintervensi oleh pihak luar yang menginginkan kedua terdakwa warga negara Singapura dan Malaysia itu di penjara meski mereka tidak melakukan apa yang dituduhkan kepada mereka.
Menanggapi hal itu, Aroziduhu Waworu SH, MH Hakim Ketua Pengadilan Negeri Batam, Rabu siang (5/5/16) membantah isu tersebut.
Aro mengatakan tidak benar jika para hakim memutus dipengaruhi oleh pihak luar, karena dirinya sendiri sebagai Ketua Pengadilan tidak bisa mencampuri putusan dari anggota hakim yang memutus perkara. Selain itu menurutnya dalam sebuah keputusan perkara Majelis Hakim juga memakai prosedur.
" Saat akan memutus mereka melakukan musyawarah terlebih dahulu, jika dari 3 hakim, masing-masing memiliki perbedaan putusan, maka yang diambil yang menguntungkan terdakwa, yakni putusan hukuman teringan yang diambil. Jadi tidak benar ada pengaruh dari luar. " Ujar Aro menjelaskan.
Aro mengaku telah membaca putusan Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru yang memutus bebas Koh Hock Liang Direktur dari PT. EMR Indonesia, yang mana putusan PT Pekanbaru itu menyatakan bahwa tuduhan penggelapan harus dilakukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) terlebih dahulu. Meski demikian lanjut Aro, bukan berarti keputusan hakim di PN Batam salah, karena kasus itu juga masih ada upaya hukum yang dilakukan oleh kejaksaan yakni melakukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Sehingga belum inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
" Kan masih ada upaya kasasi ke MA, jadi putusan dari PT itu belum inkrah, kecuali nanti kalau sudah ditetapkan MA. Kalau seandainya terdakwa bebas maka keputusan MA itu dapat menjadi yurisprudensi atau keputusan MA itu dijadikan pedoman para hakim jika terjadi kasus yang sama di perseroan," ulas Aro.
Kasus perkara Koh Hock Liang (Singapura), sebelumnya divonis oleh para hakim PN Batam dengan hukuman pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan, meskipun fakta-fakta persidangan saling tidak berkesesuaian dan bukti-bukti dari JPU tidak autentik. Andi Wahyudin SH, MH penasehat Hukum (PH) Koh Hock Liang, selanjutnya melakukan banding ke PN Pekanbaru untuk kliennya, dan akhirnya warga negeri jiran itu bebas dari tuduhan penggelapan Rp 36 milyar di perusahaannya sendiri PT. EMR Indonesia.
Sedangkan Tan Mey Yen (Malaysia) karyawan admin, yang diduga ikut menggelapkan uang tersebut bersama Koh Hock Liang Direkturnya, karena diduga Tan Mey Yen adalah istri dari bosnya itu. Divonis PN Batam dengan hukuman 2 tahun penjara (tahanan kota), padahal semua fakta persidangan tidak ada satupun dakwaan JPU yang terbukti di persidangan. Saat ini Tan Mey Yen bersama PHnya yang juga Andi Wahyudin, sedang melakukan banding ke PT Pekanbaru.
Rdk
Posting Komentar