BATAM I KEJORANEWS.COM : Perkara pembakaran lahan di Pantai Malay Sembulang dengan terdakwa Boeren dan Suwito kembali disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Batam, dengan agenda mendengar keterangan saksi meringankan (A De Charge) yang dihadirkan oleh Penasehat Hukum (PH) terdakwa. Senin (18/4/16).
Hadir sebagai saksi dalam sidang ini, Gerisman Ahmad Tokoh Masyarakat Rempang Cate Sembulang, dan Robertus Nong, serta Hendrikus Buwa warga setempat.
Gerisman Ahmad yang diberi kesempatan awal sebagai saksi mengatakan, ia adalah warga yang tinggal didekat Pantai Melayu yang berjarak hanya sekitar 1,5 kilometer dari Pantai Malay dimana tempat kedua terdakwa melakukan pembakaran lahan. Dirinya juga Pelaksana Tugas Lurah pada tahun 2004 hingga 2005.
Dikatakannya, dirinya adalah pemilik lahan seluas 20 hektar di Pantai Melayu, sejak tahun 1978. Kepemilikan atas lahan 20 hektar dilengkapi dengan surat-surat resmi dari pemerintah saat itu. Menurutnya ia tidak memahami mengapa Boeren dan Suwito ditangkap atas lahan seluas 1/4 hektar yang dibakarnya, karena dari tahun 1978 hingga saat sekarang, warga setempat yang akan membuka lahan untuk kebun diwilayah itu memang dengan cara dengan membakarnya, termsuk juga dirinya saat membuka lahan 20 hektar di Pantai Melayu.
Gerisman mengungkapkan, ia telah tinggal di Kelurahan Sembulang
Kecamatan Galang itu sudah turun temurun mulai dari tahun 1959.
Keberadaan kampung-kampung di Kecamatan Galang yang berjumlah sebanyak 8
kelurahan itu menurutnya sudah ada sejak dari tahun 1834 sejak masih
dibawah kekuasaan kerajaan Melayu Lingga.
Mantan Kepala Desa Sijantung ini menambahkan, dirinya sangat menyesalkan pemerintah pusat yang menetapkan daerah Pulau Rempang seluas 16.000 hektar sebagai kawasan konservasi hutan buru, karena menurutnya hingga saat ini ia tidak tahu batas wilayah mana seluas 16 ribu hektar yang menjadi kawasan hutan buru. Selain itu dikatakannya wilayah Rempang bukanlah hutan sebagaimana yang diklaim pemerintah pusat, karena wilayah itu sudah banyak penduduknya, dan merupakan wilayah pemukiman yang dilengkapi dengan sekolah mulai dari tingkat SD, SMP hingga SMA, dan juga kantor pemerintah yakni kelurahan.
" Kebaradaan kampung-kampung kami telah ada sejak dari tahun 1834 sejak masih kerajaan Melayu Lingga, kita tidak tahu mengapa kemudian pemerintah pusat menetapkan kampung kami sebagai kawasan hutan buru. Penetapan pemerintah pada tahun 1986 melalui SK Mentri Kehutanan sebagai hutan buru, tidak pernah disosialisasikan kepada kami sebagai warga setempat. " Ucap Gerisman kepada Majelis Hakim.
Sidang ini dipimpin Hakim Ketua Pengadilan Negeri Batam, Aroziduhu Wawuru SH didampingi Taufik Abdul Halim SH dan M. Chandra SH.
Sedangkan kedua penasehat terdakwa adalah, Hendri Sinaga SH dan Lihardo Sinaga SH.
Rdk
Posting Komentar