Jakarta I Kejoranews.com : Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam semalam berhasil
memberantas dua korupsi kelas kakap. Dua kasus
korupsi kakap yang diungkap KPK ini, melibatkan pejabat negara dari aparat
penegak hukum yakni Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, dan pejabat negara dari oknum
DPRD DKI Jakarta.
Kasus pertama saat KPK melakukan operasi tangkap tangan pada Kamis (31/3/16),
di salah satu hotel di kawasan Cawang, Jakarta Timur, terkait kasus suap
PT Brantas Abipraya (BA) terhadap Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Tiga orang
diciduk dan langsung ditetapkan sebagai tersangka dalam operasi senyap itu.
Ketiga orang itu adalah SWA (Direktur Keuangan BUMN PT BA), DPA (Senior Manager
PT BA), dan MRD (pihak swasta). Selain tiga tersangka, KPK juga memeriksa
Kepala Kejati DKI, Sudung Sitomorang dan Asisten Pidana Khusus Kejati DKI
Jakarta, Tomo Sitepu, sejak Kamis malam hingga Jumat (1/4/16) pukul 05.00 WIB.
"Pemberian itu diduga untuk menghentikan penyelidikan tindak pidana
korupsi pada PT BA yang ada di Kejati DKI," kata Ketua KPK Agus Rahardjo,
kemarin.
Sehari sebelum operasi tangkap tangan, KPK mengetahui ada komunikasi antara MRD
dan DPA pada Rabu (30/3). Dalam pertemuan, ketiganya sepakat melakukan
pertemuan esok harinya di salah satu hotel di bilangan Cawang.
Menurut Agus, SWA dan DPA diketahui ingin berusaha menghentikan perkara korupsi
di PT Brantas Abipraya yang tengah diusut Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. PT
Brantas Abipraya merupakan BUMN yang bergerak di bidang konstruksi mengerjakan
proyek seperti irigasi, bendungan, jalan tol, jembatan, pembangkit listrik.
Uang sebesar 148.835 dollar AS atau Rp 1.934.855.000 (kurs 1 dollar AS = Rp
13.000) juga diamankan KPK sebagai barang bukti dalam OTT tersebut. Sementara
tiga tersangka sudah ditahan di rumah tahanan KPK dan Polres Jakarta Selatan,
untuk mengembangkan penyelidikan kasus ini.
Selang beberapa jam kemudian, KPK kembali mengungkapkan telah melakukan operasi
tangkap tangan terkait kasus suap pembahasan raperda zonasi wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil (RZWP3K) dan raperda tata ruang strategis Jakarta Utara. Tiga
orang ditetapkan tersangka dalam kasus ini.
Mereka adalah anggota DPRD DKI dari Fraksi Gerindra M Sanusi, AWJ selaku
Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land dan TPT selaku karyawan PT Agung
Podomoro Land. Sebelumnya, KPK lebih dulu menciduk Sanusi pada Kamis (31/3)
sekitar pukul 19.30 di sebuah pusat perbelanjaan di kawasan Jakarta Selatan,
setelah menerima uang dari GEF, perantara TPT yang tak lain karyawan PT Agung
Podomoro Land.
Dari penangkapan itu, turut disita barang bukti Rp 1 miliar dan Rp 140 juta.
Sebelumnya, pada tanggal 28 Maret lalu, Sanusi juga telah menerima suap dari
pihak yang sama sebesar, Rp 1 miliar dan sudah digunakan.
"Tiga orang tersangka. Dalam kasus ini terlihat pengusaha mencoba
mempengaruhi pemerintah daerah dalam mengambil keputusan sehingga menghiraukan
kepentingan umum yang lebih besar yakni lingkungan," ujar Agus Rahardjo,
kemarin.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Laode Syarif mengatakan, kasus ini bisa
dikategorikan sebagai kasus korupsi besar. Di mana sebuah perusahaan mencoba
mempengaruhi pembuat kebijakan untuk kepentingan sempit.
"Ini kasus yang bisa dikategorikan grand corruption. Karena dari awal kami
berlima ingin menyasar korupsi besar yang melibatkan swasta," kata Laode.
Laode mengatakan, kasus ini semakin mempertegas jika korporasi kerap
mempengaruhi pembuat aturan baik di eksekutif maupun legislatif. "Dan yang
paling peting lagi, ini contoh paripurna di mana korporasi pengaruhi kebijakan
publik. Bisa dibayangkan, kalau semua kebijakan publik dibikin bukan dasar
kepentingan rakyat, tapi hanya mengakomodasi kepentingan orang tertentu atau
korporasi tertentu," tegas dia.
Sumber : merdeka.com
Posting Komentar