Batam I KNC : Surat Elektronik (Surel) dari Vidiel Tania Pratama.
Enam puluh sembilan tahun
telah berlalu, perjalanannya laksana bayangan yang selalu mengawal yang
empunya, tak peduli tatkala itu hujan ataupun panas, selalu mengikuti kemanapun
berada, demikianlah himpunanku menjaga negeriku. Empat tahun sudah aku menjadi
bagian dari himpunan itu, menghabiskan masa mudaku, mewarnai masa mahasiswaku.
Ya, masa muda yang indah penuh harapan dan impian dan dia takkan balik
berulang.
Belakangan ini negeriku
penuh dengan cerita misteri, kegaduhan mulai terlihat disana-sini seakan
menjadi bubur ayam dipagi hari, dan himpunanku pun mulai tak bertaji, sering
menghilang menutup diri.
Besok pagi disaat aku membuka mata mulailah orang-orang tua melalui pengalamannya bercerita tentang
adanya seorang pemuda berjiwa ksatria bernama Lafran pane, putera Sultan
Panguraban Pane. Katanya dialah sang pelopor himpunanku berdiri, entah apa
sebenarnya yang dipikirkannya saat itu untuk mendirikan Himpunan Mahasiswa
Islam ini, yang jelas mereka bercerita tentang apa yang mereka alami dan apa
yang mereka perbuat untuk himpunanku ini, juga aku, asik mendengarkan cerita
yang tak pernah aku ketahui, hanya dapat berharap tau, sedang yang sudah mereka
lewati tak semua yang dapat diceritakan.
Sementara dr. Sulastomo
mantan Ketua Umum PB HMI 1963-1966 pernah bercerita, "ketika seorang
mahasiswa Lafran Pane, mendirikan Himpunan Mahasiswa Islam pada 1947, sebagaian
besar mahasiswa yang diajaknya untuk ikut serta adalah para mahasiswa perguruan
tinggi umum, mereka mendirikan HMI antara lain justru karena ingin belajar Islam,
dan mungkin sebuah ide yang cemerlang saad mereka merumuskan pendirian
HMI". Juga mereka, para senior yang terlebih dahulu mengabdikan diri untuk
himpunan ini, sebagaimana halnya seorang manusia yang mempunyai cerita-cerita
indah yang pernah ia lewati.
Aku pernah bertanya didalam
hati, " apakah yang pernah aku perbuat untuk himpunanku? Apakah sudah
kupahami islam sebagai agamaku?", sedang mereka yang dahulu berjuang
begitu bersemangat ketika bercerita kepada kami juniornya.
Sekarang himpunanku lebih
banyak bereforia dengan serimonialnya, membanggakan diri dengan idialismenya
yang tidak pernah mengemis kepada penguasa pemerintah, sedang himpunanku
sekarang mungkin lupa dengan anggaran kongres yang menghabiskan dana Milyaran
Rupiah, dengan dalih silaturahmi secara nasional.
Padahal mereka sering
berteriak memakai toa bersuara kepentingan rakyat, namun tetap mengunyah enak
uang rakyat. Tapi, sudahlah semuanya sudah berlalu, tinggal kita tunggu apa
yang bisa kita lakukan untuk negeri ini. Kita sering berdiskusi membahas bangsa
hingga menguras persediaan didalam otak, namun kita lupa ujung nama himpunan
ini Islam, sering kita berdiskusi hingga subuh, namun melupakan sholat subuh.
Sedang sang pelopor mendirikan himpunan ini untuk mempertegak, mengembangkan
ajaran agama Islam dan mempertinggi derajat rakyat dan Negara Republik
Indonesia.
Hari ini Himpunanku bersuka
cita meniup terompet kebahagiaan, setiap cabang bersama KAHMI nya menghabiskan
anggarannya masing-masing, tidak ada yang salah, itu semua wajar dilakukan oleh Organisasi Mahasiswa tertua dinegeri ini. PB HMI tentu tidak mau kalah dengan
apa yang dilakukan junior-juniornya, tahun lalu saja live di tv Nasional dengan
anggaran Miliaran Rupiah, jangan ditanya dari mana sumber dananya.
Aku tak tahu betul adakah catatan ini cukup tepat atau tidak untuk
menggambarkan himpunanku ini, setidak-tidaknya semua harus diawali, dan LK1
adalah awal ceritaku di Himpunan ini, sama seperti teman, senior, dan
junior-juniorku yang lainnya. Aku berkata junior, sebab Empat tahun sudah aku
menghabiskan waktuku bersama himpunanku, sudahlah tentu aku punya junior, walau
banyak lebih pintar mulut daripada otak, namun itu tak berarti sebab setiap
orang ada masanya, dan setiap masa ada orangnya.
Tidak lain dari orang lain yang membanggakan perkumpulannya, juga aku
membanggakan himpunanku, Himpunan Mahasiswa Islam yang tak pernah berganti nama
sedari dulu, orang mengenalinya dengan nama HMI, begetar selaput gendangku ketika
mendengar kata HMI, bahkan kata mereka darahku pun sudah berganti warna menjadi
hijau. Almarhum Jendral Soedirman pernah berkata "Himpunan Mahasiswa
Islam adalah Harapan Masyarakat Indonesia".
Perkataan itu membuatku bangga, terharu dan membakar semangat jiwa mudaku,
hal itu ia sampaikan disaat dies natalis HMI ke-1, bisa dibayangkan baru seumur
bayi yang merangkat HMI sudah menjadi Harapan Masyarakat Indonesia, salahkan
jika aku membanggakannya? Aku rasa tidak, disaad agresi militer Belanda II, HMI
ikut serta turun gelanggang mempertahankan kemerdekaan bangsa ini, lalu
persoalan Nasionalisme apalagi yang dipertanyakan kepada himpunan ini?.
69 tahun adalah bukti nyata himpunanku dalam mengabdi untuk negeri ini,
tidaklah salah apabila negara ini menjadikan beliau ayahanda Prof. Drs. Lafran
Pane sebagai pahlawan nasional. Aku tidak akan banyak bercerita tentangnya,
cukup orang-orang yang mengetahui dan mengenali beliau saja yang meceritakan
siapa dia. Aku hanya seorang pengagum yang berharap dia menjadi pahlawan
nasional.
Vidiel Tania Pratama/ Kader HMI Cabang Batam/ Mahasiswa Unrika
Posting Komentar