Hakim PN Batam Menolak Gugatan Ahli Waris Ali Tandu Terkait Lahan 10 Hektar di Tanjung Buntung


Hakim PN Batam Menolak Gugatan Ahli Waris Ali Tandu Terkait Lahan 10 Hektar di Tanjung Buntung


Batam I KNC : Syahrial Alamsyah Harahap S.H   Ketua Majelis, didampingi Tiwik, S.H., M.Hum Hakim Anggota dan Hakim Baru Anggota , menolak gugatan perdata Norian dan Kie Putra anaknya, terhadap 4 orang warga Tanjung Buntung, yakni  Saleh Seran, Adi Rahman, Buyamin Bin Zurmi, dan Kian Hie alias Acai, atas tanah seluas 100.000 M2 (10 hektar). Kamis(4/2/16).

Dalam putusan ini, Majelis Hakim juga menolak gugatan balik(rekonvensi) dari tergugat 3 Buyamin Bin Zurmi, yang menggugat balik keluarga Norian,  Kie Putra.

Menurut para hakim sesuai fakta-fakta persidangan, kedua belah tidak dapat menunjukkan bukti asli kepemilikan lahan yang di persengketakan, yakni surat  kepemilikan lahan dari Badan Otorita Batam/BP Batam.

Usai persidangan, Dr. Bahder Johan Nasution, S.H.,S.M.,M.Hum kuasa hukum Norian dan  Kie Putra mengatakan, dirinya dari segi hukum lebih kuat, karena memiliki bukti surat alas hak (alat bukti dasar yang melekat atas tanah), pihaknya hanya tidak memiliki bukti lain dari pemerintah, yakni bukti pembayaran UWTO(Uang Wajib Tahunan Otorita) atau Surat Penetapan Lokasi(PL) dari  Otorita Batam.

“ Kita hanya belum memiliki pembayaran UWTO saja atas tanah itu, yang lainnya kita punya, seperti surat alas hak,” ucap Bahder menegaskan.

Terkait apakah dirinya akan melakukan banding atas putusan tersebut, Bahder Johan Nasution mengaku akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan keluarga Norian dan  Kie Putra.

Sebelumnya, Norian(54 tahun) dan anaknya Kie Putra( 32 tahun) ahli waris dari Almarhum Ali Tandu warga Kelurahan Tanjung Buntung Kecamatan Bengkong Kota Batam, bersama kuasa hukumnya Dr. Bahder Johan Nasution, S.H.,S.M.,M.Hum, menggugat  secara perdata terhadap Saleh Seran, Adi Rahman, Buyamin Bin Zurmi, dan Kian Hie/Acai, atas tanah seluas 100.000 M2 (10 hektar), di Pengadilan Negeri Batam. Pada Senin(2/11/15).

Untuk Saleh Seran sebagai Tergugat-1, pihak penggugat menuntut materil ganti rugi sebesar Rp  3.705.000.000 (tiga milyar tujuh ratus lima juta rupiah) karena telah menebang tanaman tua yang jadi mata pencaharian Penggugat yang  terdiri dari pohon karet, pohon  kelapa, petai dan tanaman tua lainnya, sehingga menimbulkan kerugian bagi Penggugat sebesar  Rp 1.235.000.000 (satu milyar dua ratus tiga puluh lima juta rupiah) setiap tahunnya, dan sampai saat ini penguasaan Tergugat-1 sudah berlangsung selama tiga tahun.

Selain itu, pihak tergugat 1 juga dituntut mengganti rugi atas kegiatan usaha jual tanah timbun di atas obyek perkara, dalam satu harinya Tergugat-1 mengeluarkan/menjual tanah timbun 500 lori/rit perhari dan minimal 20 hari dalam satu bulan dengan harga Rp. 20.000 perlori/rit, sehingga dengan penjualan tanah timbun tersebut Penggugat telah menderita kerugian sebesar 500 x 20 x 12 x Rp. 20.000 = Rp 2.400.000.000 (dua milyar empat ratus juta rupiah).

Sementara untuk tergugat 2 Adi Rahman, penggugat hanya meminta tergugat mematuhi batas tanah yang dari dulunya ditarik dari pohon karet ke arah nibung, karena tergugat 2 yang merubah batas obyek perkara, Penggugat kehilangan tanah seluas kurang lebih 500 M2.

Untuk Tergugat-3, penggugat meminta Pengadilan Negeri Batam untuk menyatakan klaim tergugat-3 atas obyek perkara seluas 2,2 hektar tidak berdasar secara hukum.

Dan untuk tergugat 4, penggugat meminta Pengadilan Negeri Klas 1A Batam menyatakan, batas obyek perkara adalah sebagaimana batas yang diajukan oleh Penggugat yang sekarang ini ditandai dengan tower PL, menurut penggugat Tergugat-4 telah menggeser atau merobah batas tanah menyebabkan Tergugat kehilangan sebagian obyek perkara seluas 1.500 M2.

Dalam surat gugatan awal(Konvensi) Bahder Johan menerangkan,  asal mula/asal usul kepemilikan obyek perkara tersebut sampai dimiliki oleh Penggugat bermula dari adanya Penyerahan tanah obyek perkara oleh Penghulu Nongsa kepada Wawan pada tanggal 02 September 1960, Wawan kemudian menggarap obyek perkara tersebut dan menjadikannya sebagai tempat mencari penghidupan dengan berkebun di atas obyek perkara.

Bahwa pada tanggal 04 April 1974 Wawan menghibahkan obyek perkara kepada Almarhum Ali  (Ali Tandu suami dan orangtua) Penggugat, pemberian hibah  dilakukan di hadapan saksi-saksi dan diketahui oleh Penghulu Nongsa  sehingga secara hukum hibah tersebut sah dan dilindungi oleh Undang-undang.

Bahwa tanah obyek perkara yang diperoleh dengan cara hibah tersebut dimiliki dan dikuasai secara terus menerus oleh Penggugat, terhitung sejak tanggal 04 April 1974 sampai sekarang  dan di atasnya dijadikan lahan pertanian/perkebunan karet dan tanaman tua lainnya seperti kelapa, nangka, petai, dan jengkol.

Penggugat berharap Pengadilan Negeri Klas 1A Batam menyatakan bahwa obyek perkara adalah milik sah dari Penggugat.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama