JAKARTA I KEJORANEWS.COM : Jaksa Penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melimpahkan berkas perkara dugaan suap kepada hakim dan panitera PTUN Medan yang menjerat advokat kondang, OC Kaligis ke pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Rencananya, mantan Ketua Mahkamah Partai Nasdem itu akan mulai diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Kamis (20/8) depan.
"Perkembangan terakhir berkaitan pelimpahan penyidik ke Jaksa Penuntut Umum dan ke pengadilan tipikor. Sidangnya 20 Agustus," kata Jhonson Panjaitan, dalam konferensi pers di Kantor DPP AAI, Plaza Gani Djemat, Jakarta, Jumat (14/8).
Dalam berkas dakwaan OC Kaligis yang telah diterimanya, Johnson mengatakan, kliennya didakwa Pasal 6 UU Nomor 31 tahun 1999 Jo UU nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.
Dalam pasal ini, OC Kaligis disangka memberikan suap kepada tiga hakim PTUN Medan untuk mempengaruhi putusan perkara gugatan terhadap Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi Sumut yang diajukan Kabiro Keuangan Pemprov Sumut, Ahmad Fuad Lubis.
Selain itu, Kaligis juga didakwa Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 Jo UU nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi. Dengan pasal ini, Kaligis disangka memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dalam hal ini Panitera PTUN Medan.
"Jadi hanya Pasal 6 atau Pasal 13. Kita jadi bisa melihat tidak ada sama sekali TPPU, dan Pasal 21 yang menghalangi proses penuntutan. Karena staf kami mengeluh pasal-pasal itu terus dikatakan penyidik pada klien dan pada saksi-saksi. Jadi dakwaan hanya Pasal 6 pemberian gratifikasi kepada hakim, dan Pasal 13," kata Johnson.
Menurut Johnson, pasal-pasal yang didakwakan pada Kaligis serupa dengan pasal-pasal yang menjerat anak buahnya M Yagari Bhastara atau Garry, Gubernur Sumatera Utara nonaktif, Gatot Pujo Nugroho dan istri Gatot, Evi Susanti.
Namun, Johnson mempertanyakan langkah KPK yang terlebih dahulu melimpahkan berkas Kaligis dibanding Garry , Gatot, dan Evi. Padahal, Garry ditetapkan tersangka usai ditangkap tangan bersama tiga hakim dan panitera PTUN Medan. Apalagi, kondisi kesehatan Kaligis saat ini sedang memburuk.
"Di dalam dakwaan sudah sangat jelas didalilkan posisi pak OC Kaligis, Garry, Gatot, Evi, sejajar sama-sama, melakukan atau turut serta melakukan. Berarti masing-masing terdakwa jadi saksi mahkota, akan tetapi ini kan hasil OTT (operasi tangkap tangan). Kemana berkas kasusnya Garry, kasusnya hakim yang hasil OTT. Karena yang maju duluan berkasnya pak OC yang sangat dipaksakan penyidik. Yang mengetahui sakitnya pak OC tapi enggak dipedulikan," ungkapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Johnson kembali menuding KPK tidak jujur dan terindikasi menggugurkan praperadilan yang diajukan kliennya. Dijelaskan, dalam persidangan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (10/8) lalu, KPK meminta agar persidangan diundur dengan alasan mengumpulkan bukti-bukti.
Namun, KPK ternyata mempercepat proses penyidikan dan segera melimpahkannya ke pengadilan. Dengan langkah yang dilakukan KPK, praperadilan yang diajukan pihaknya terancam digugurkan hakim.
"Sangatlah kuat indikasi (pelimpahan berkas) sengaja dilakukan untuk menggugurkan praperadilan yang kita ajukan. Tetapi atas fakta-fakta ini memperlihatkan dia melakukan kebohongan yang menjurus contempt of court (penghinaan terhadap lembaga peradilan), karena KPK dalam suratnya mengatakan minta tunda dua minggu untuk mengumpulkan bukti dan saksi-saksi, tapi mendorong berkasnya masuk. Kenapa KPK yang bilang jujur tidak bilang ke hakim," tegasnya.
Secara terpisah, Pelaksana Tugas (Plt) Komisioner KPK, Johan Budi membenarkan pihaknya telah melimpahkan berkas perkara OC Kaligis ke Pengadilan. Namun, Johan mengaku belum mendapat informasi resmi mengenai jadwal sidang perdana Kaligis.
"Perkembangan penanganan perkara tindak pidana korupsi berkaitan dengan PTUN Medan, telah dilimpahkan berkas perkara atas nama tersangka OCK kepada pengadilan, setelah proses tahap dua kalau tidak salah hari Selasa, kemudian berkas dilimpahkan kepada pengadilan Tipikor. Kita menunggu kapan sidang akan digelar di pengadilan Tipikor," katanya.
Diberitakan, Kaligis ditetapkan KPK sebagai tersangka pemberi suap kepada Majelis Hakim dan Panitera PTUN Medan. Penyidik KPK pun menangkap serta menahan mantan Ketua Mahkamah Partai Nasdem itu pada 14 Juli 2015.
Sumber: www.suarapilardemokrasi.com
"Perkembangan terakhir berkaitan pelimpahan penyidik ke Jaksa Penuntut Umum dan ke pengadilan tipikor. Sidangnya 20 Agustus," kata Jhonson Panjaitan, dalam konferensi pers di Kantor DPP AAI, Plaza Gani Djemat, Jakarta, Jumat (14/8).
Dalam berkas dakwaan OC Kaligis yang telah diterimanya, Johnson mengatakan, kliennya didakwa Pasal 6 UU Nomor 31 tahun 1999 Jo UU nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.
Dalam pasal ini, OC Kaligis disangka memberikan suap kepada tiga hakim PTUN Medan untuk mempengaruhi putusan perkara gugatan terhadap Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi Sumut yang diajukan Kabiro Keuangan Pemprov Sumut, Ahmad Fuad Lubis.
Selain itu, Kaligis juga didakwa Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 Jo UU nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi. Dengan pasal ini, Kaligis disangka memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dalam hal ini Panitera PTUN Medan.
"Jadi hanya Pasal 6 atau Pasal 13. Kita jadi bisa melihat tidak ada sama sekali TPPU, dan Pasal 21 yang menghalangi proses penuntutan. Karena staf kami mengeluh pasal-pasal itu terus dikatakan penyidik pada klien dan pada saksi-saksi. Jadi dakwaan hanya Pasal 6 pemberian gratifikasi kepada hakim, dan Pasal 13," kata Johnson.
Menurut Johnson, pasal-pasal yang didakwakan pada Kaligis serupa dengan pasal-pasal yang menjerat anak buahnya M Yagari Bhastara atau Garry, Gubernur Sumatera Utara nonaktif, Gatot Pujo Nugroho dan istri Gatot, Evi Susanti.
Namun, Johnson mempertanyakan langkah KPK yang terlebih dahulu melimpahkan berkas Kaligis dibanding Garry , Gatot, dan Evi. Padahal, Garry ditetapkan tersangka usai ditangkap tangan bersama tiga hakim dan panitera PTUN Medan. Apalagi, kondisi kesehatan Kaligis saat ini sedang memburuk.
"Di dalam dakwaan sudah sangat jelas didalilkan posisi pak OC Kaligis, Garry, Gatot, Evi, sejajar sama-sama, melakukan atau turut serta melakukan. Berarti masing-masing terdakwa jadi saksi mahkota, akan tetapi ini kan hasil OTT (operasi tangkap tangan). Kemana berkas kasusnya Garry, kasusnya hakim yang hasil OTT. Karena yang maju duluan berkasnya pak OC yang sangat dipaksakan penyidik. Yang mengetahui sakitnya pak OC tapi enggak dipedulikan," ungkapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Johnson kembali menuding KPK tidak jujur dan terindikasi menggugurkan praperadilan yang diajukan kliennya. Dijelaskan, dalam persidangan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (10/8) lalu, KPK meminta agar persidangan diundur dengan alasan mengumpulkan bukti-bukti.
Namun, KPK ternyata mempercepat proses penyidikan dan segera melimpahkannya ke pengadilan. Dengan langkah yang dilakukan KPK, praperadilan yang diajukan pihaknya terancam digugurkan hakim.
"Sangatlah kuat indikasi (pelimpahan berkas) sengaja dilakukan untuk menggugurkan praperadilan yang kita ajukan. Tetapi atas fakta-fakta ini memperlihatkan dia melakukan kebohongan yang menjurus contempt of court (penghinaan terhadap lembaga peradilan), karena KPK dalam suratnya mengatakan minta tunda dua minggu untuk mengumpulkan bukti dan saksi-saksi, tapi mendorong berkasnya masuk. Kenapa KPK yang bilang jujur tidak bilang ke hakim," tegasnya.
Secara terpisah, Pelaksana Tugas (Plt) Komisioner KPK, Johan Budi membenarkan pihaknya telah melimpahkan berkas perkara OC Kaligis ke Pengadilan. Namun, Johan mengaku belum mendapat informasi resmi mengenai jadwal sidang perdana Kaligis.
"Perkembangan penanganan perkara tindak pidana korupsi berkaitan dengan PTUN Medan, telah dilimpahkan berkas perkara atas nama tersangka OCK kepada pengadilan, setelah proses tahap dua kalau tidak salah hari Selasa, kemudian berkas dilimpahkan kepada pengadilan Tipikor. Kita menunggu kapan sidang akan digelar di pengadilan Tipikor," katanya.
Diberitakan, Kaligis ditetapkan KPK sebagai tersangka pemberi suap kepada Majelis Hakim dan Panitera PTUN Medan. Penyidik KPK pun menangkap serta menahan mantan Ketua Mahkamah Partai Nasdem itu pada 14 Juli 2015.
Sumber: www.suarapilardemokrasi.com
Posting Komentar