Ekonomi dan Keuangan Dunia Bergejolak, UU JPSK Darurat Ditetapkan


Ekonomi dan Keuangan Dunia Bergejolak, UU JPSK Darurat Ditetapkan

MANADO I KNC Ekonom dari Universitas Sam Ratulangi Manado, Agus Tony Poputra, menyatakan bahwa negara-negara besar di dunia saat ini telah berperilaku seperti korporasi besar. “Bukannya mensejahterakan rakyat masing-masing lewat hubungan saling menguntungkan antar negara, justru sebaliknya berusaha menguasai pasar global dengan menyingkirkan negara lain,” ungkap Agus Tony Poputra, dalam siaran pers yang diterima Inspirasibangsa, Sabtu (15/8/15).


Menurutnya, Strategi penguasaan pasar global yang sedang terjadi saat adalah “perang mata uang (currency war)”. Beberapa hari lalu Tiongkok melakukan depresiasi terhadap Yuan untuk mengembalilan kejayaan ekspornya. Ini bukan tidak mungkin akan dibalas oleh negara besar lainnya. Akibatnya perekonomian dan keuangan dunia menjadi tidak stabil sehingga sulit untuk diprediksi. Ini terutama disebabkan perang mata uang tidak hanya menyentuh faktor fundamental melainkan melenceng jauh ke dalam tataran psikologis sehingga memberikan dampak yang tidak diharapkan pada negara-negara yang tidak ikut-ikutan dalam perang tersebut.

Indonesia merupakan salah satu korban perang mata uang yang dilakukan beberapa negara besar. Walaupun kondisi ekonomi Indonesia saat ini relatif lebih baik dari kebanyakan negara lain, namun psikologis pasar keuangan membuat Indonesia menerima dampak merugikan dari perang mata uang. Kondisi ini tidak bisa dibiarkan oleh pemerintah serta otoritas moneter dan keuangan. “Namun demikian, payung hukum untuk melakukan tindakan pengamanan ekonomi dan keuangan secara subtansial belum tersedia,” tambah Agus Tony Poputra, yang pernah mengenyam pendidikan Doctor of Philosophy di University of Georgia, Atlanta, USA, dan Pendidikan Doktoral di Program Doktor Ilmu-Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Menurutnya, tanpa payung hukum dalam hal ini Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (UU JPSK), pejabat yang tugas pokoknya mengamankan sistim keuangan negara tidak berani mengambil keputusan yang melampaui wewenang mereka saat ini. Kasus Bank Century menjadi momok bagi mereka manakala kebijakan dicoba untuk dikriminalisasi. Oleh sebab itu, UU JPSK harus dibahas dan ditetapkan secepatnya, tidak menunggu Prolegnas tahun 2016. Tindakan tersebut dimaksudkan untuk mencegah Indonesia masuk ke dalam krisis keuangan dan ekonomi akibat gejolak global yang terjadi.

Ia menambahkan bahwa pembahasan dan penetapan UU JPSK membutuhkan sense of crisis dan sikap kenegarawanan para anggota DPR. Kiranya tidak ada upaya oknum-oknum DPR dan elit politik yang mencoba mengail di air keruh dengan memperlambat pembahasan UU tersebut dengan tujuan agar Indonesia mengalami krisis. Dengan demikian memudahkan mereka menumbangkan pemerintahan yang sah. Pikiran tersebut jika ada, sebaiknya dibuang jauh-jauh. Terlalu besar penderitaan rakyat dan masa depan bangsa untuk mereka yang haus kekuasaan. Jangan lagi mengulangi tragedi 1998.

“UU JPSK harus memberikan jaminan kepada para pejabat pengambil keputusan dimana tidak dikriminalisasi di kemudian hari atas keputusan yang dibuat saat ini, kecuali terbukti atas upaya korupsi di dalamnya. Dengan demikian mereka berani membuat keputusan yang berarti untuk mencegah Indonesia masuk dalam krisis,” tambahnya lagi.

Menurutnya, Indikator-indiktor yang digunakan dalam UU JPSK untuk menentukan “kondisi sistemik,”kondisi tidak normal,” ataupun “kondisi krisis” perlu ditelaah dengan hati-hati. Ini disebabkan bisa saja ada indikator-indikator yang sebelumnya penting, telah menjadi kurang penting saat ini karena perubahan lingkungan. Di samping itu, dalam penentuan berbagai kondisi tadi, indikator yang dipakai harus lebih fleksibel. Artinya tidak harus semua indikator terpenuhi untuk menentukan kondisi tertentu. Bila beberapa indikator telah dipenuhi dan para anggota JPSK meyakini bahwa kondisi tertentu sudah terjadi, maka kebijakan sudah dapat dibuat sesuai dengan kondisi tersebut.

Untuk mengisi kekosongan UU JPSK saat ini, para pihak yang akan menjadi anggota JPSK harus membuat kebijakan sesuai dengan wewenang yang ada. “Hal yang paling penting adalah koordinasi dan kebijakan yang bersinergi. Ini merupakan langkah untuk mengurangi tekanan terhadap perekonomian dan keuangan dalam waktu dekat,” ungkap Agus Tony Poputra, mengakhiri siaran persnya.

Sumber:  inspirasibangsa.com 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama